Oleh: Alfit Sair
Hukum filsafat menegaskan bahwa, sebuah akibat niscaya terjadi manakala sebab sempurna dari akibat tersebut telah terwujud. Seperti dengan peristiwa-peristiwa lainnya, baik kejahatan maupun kebaikan. Korupsi juga merupakan salah satu akibat yang niscaya terjadi, jika sebab sempurna dari korupsi telah terwujud. Sebagaimana dijelaskan dalam filsafat, sebab sempurna bukanlah sebab tunggal, melainkan akumulasi dari berbagai sebab dan syarat. Sehingga dengan ini, korupsi sebagai sebuah akibat pasti tidak terlahir dari satu sebab, ia terlahir dari beberapa sebab.
Adalah
hal yang sulit (untuk tidak menyebutnya mustahil),
bagi kita manusia bisa melacak sebab sempurna dari sebuah akibat. Paling
banter, kita hanya mengetahui sebab-sebab fisik (kausa
materiil) dari sebuah akibat, itupun juga kerapkali diiringi
dengan berbagai kekeliruan. Terkadang kita mengira bahwa, rasa panas adalah akibat dari
sebab tunggal yaitu api. Sehingga,
kita menghukumi adanya api ketika ada panas. Padahal, terkadang rasa panas juga
lahir dari bekas tempat duduk. Terkadang pula, kita menduga bahwa api adalah
sebab sempurna dari terbakarnya sesuatu, sehingga kita kemudian bingung ketika
melihat api yang tidak membakar. Padahal,
hal ini wajar-wajar saja lantaran api bukan sebab sempurna dari lahirnya akibat
(terbakar), dibutuhkan seabrek sebab-sebab lain untuk mewujudnya peristiwa membakar. Walhasil,
mengetahui sebab sempurna dari sebuah akibat laksana meraba-raba dalam gelap.
Terkait
dengan tindakan korupsi, yang
dilakukan sebagian dari kader-kader partai Islam seperti PKS dan juga HMI. Dapat dikatakan bahwa, peristiwa tersebut tidak
terjadi secara kebetulan. Tindakan korupsi tersebut, pasti memiliki sebab sempurna.
Ketika sebab sempurna itu mewujud, tindakan korupsi pun akan segera terjadi. Tak peduli, apakah kader
partai Islam atau non Islam, HMI atau non-HMI.
Lantas
apa sebab sempurna dari tindakan korupsi? Sekali lagi, kita hanya bisa
menduga-duganya. Misalnya, seperti hilangnya iman, adanya kesempatan, desakan
anak-istri, syahwat ingin kaya, menangnya imaginasi atas akal, dan seabrek sebab-sebab
lainnya. Kendatipun hanya bisa menduga-duga, kita dapat meyakini satu hal yang
pasti. Bahwa HMI dan Islam, tidak termasuk dalam bagian
sebab sempurna tindakan korupsi. Yakni, secara teori dan ajaran, Islam tidak
pernah menyeru pemeluknya untuk melakukan praktek korupsi.
Begitupun dengan AD-ART dan khittah
perjuangan HMI, tidak
pernah mendoktrin kadernya untuk berkorupsi ria.
Atas
dasar ini, saya
tidak sepakat dengan klaim salah satu pimpinan
KPK asal Medan itu. yakni, tidak tepat jika dikatakan dalam
bentuk proposisi faktual (qodhiyyah hakikiyah). Bahwa; “setiap kader HMI yang menjadi
pejabat, pasti dekat dengan korupsi”. Maupun dalam bentuk proposisi
bersyarat (qodhiyyah syartiyyah);
“Jika kader HMI menjadi pejabat,
maka dia akan melakukan korupsi”. Pastilah, kader HMI maupun Muslim yang korupsi, terlebih dahulu meletakkan
ke-HMI-an dan ke-Islam-annya,
di bawah telapak kakinya sebelum memutuskan untuk mengorupsi.
Mestinya, Pak Situmorang mengatakannya
dalam bentuk proposisi ambigu (qodhiyyah muhmalah), yaitu proposisi yang
melekatkan predikat pada subjek,
tanpa menyebut kuantitas subjek. Dalam logika, proposisi muhmalah memiliki kadar pasti dari kuantitas
subjek dengan “sebagian”. Bahwa; ”kader
HMI melakukan korupsi ketika menjadi pejabat”. Proposisi muhmalah ini, dapat
dikonversi ke dalam proposisi particular; ”sebagian kader HMI, melakukan korupsi ketika
menjadi pejabat”. Tentu, bukan ke-HMI-an yang menyebabkannya (menuntunnya)
korupsi, tetapi sebab sempurna yang sebagian diantaranya, telah kita sebutkan di atas.
Mengakhiri
celoteh ini, saya ingin menyampaikan rasa salut pada teman-teman HMI yang
‘terbakar’. Dan menyikapi statement pak Situmorang, dengan berbagai demonstrasi. Reaksi ini, tentu dimaksudkan untuk menjaga citra
baik HMI. Kesalutanku akan bermetamorfosis menjadi kekaguman, jika teman-teman HMI juga
melakukan pembenahan internal,
dengan merancang aturan kelembagaan, agar menindak tegas kader-kader
yang melakukan tindakan korupsi. Hal ini dikarenakan, yang paling mencoreng
citra baik HMI adalah tindakan sebagian kader-kadernya. Bukan ‘tuduhan’ (yang mungkin sebagiannya
benar) dari segelintir oknum.
Salam hijau-hitam.