Esensi Sosisologi Pendidikan

        
A.    Pengertian  Esensi Sosiologi Pendidikan
Kata “esensi” berasal dari bahasa latin yang berarti essence yang bermakna hakikat.[1] Esensi adalah asal, substansi dan dasar sesuatu, wujud tanpa esensi adalah tidak ada. Esensi terdiri dari esensi sederhana (tidak tersusun) dan esensi sempurna (tersusun).[2]
Dengan menempatkan kata esensi dalam pendidikan terkhusus pendidikan Islam, menunjukkan kata inti, hakikat dan perbedaan dengan yang lain. Dengan menggarisbawahi pada aspek “keterjelasan dan pemaknaan” yang lebih dalam.[3]
Sosiologi pendidikan terdiri dari dua kata, sosiologi dan pendidikan. Dilihat dari istilah etimologi kedua kata ini tentu berbeda makna, namun dalam sejarah hidup dan kehidupan serta budaya manusia, keduanya menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan, terutama dalam sistem memberdayakan manusia dimana sampai saat ini memanfaatkan pendidikan sebagai instrumen pemberdayaan tersebut.
Secara etimologis sosiologi berasal dari kata latin socius dan kata Yunani logos. Socius berarti kawan, sahabat, sekutu, rekan, masyarakat. logos berarti ilmu. Jadi sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat.[4] W.F. Ogburn dan M.F. Nimkoff  memberikan definisi sosology is the scientific of social life; yang maksudnya : sosiologi adalah studi secara ilmiah terhadap kehidupan sosial. Sementara Roucek dan Wafren mendefenisikan sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok. Sedangkan menurut Ibnu Chaldun, sosiologi adalah mempelajari tentang masyarakat manusia dalam bentuknya yang bermacam-macam, watak dan ciri-ciri dari pada tiap-tiap bentuk itu dan hukum yang menguasai perkembangannya.[5]
Pendidikan bersumber dari kata Paedegogic berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari kata pais, artinya anak, dan again diterjemahkan membimbing, jadi paedagogic yaitu bimbingan yang diberikan kepada anak. Dalam bahasa Inggris dikenal istilah educare atau educate, yang artinya menghasilkan, mengembangkan dari kepribadian yang tersembunyi atau potensial, yang berarti terkandung makna “menghasilkan dan mengembangkan”.[6] Dalam Islam pendidikan disebut tarbiyah. Kata tarbiyah adalah bentuk dari akar kata rabba, yarubbu, dan rabban, yang bermakna memberi makan, memelihara, mengasuh; dari akar kata Ghadza dan Ghadzw.[7] Makna ini mengacu pada sesuatu yang tumbuh.
Selanjutnya, R.J. Stalcup mengemukakan bahwa sociology of education merupakan suatu analisis terhadap proses-proses sosiologis yang berlangsung dalam lembaga pendidikan. Tekanan dan wilayah telaahnya pada lembaga pendidikan itu sendiri.[8] Menurut George Payne, yang kerap disebut bapak Sosiologi pendidikan, secara spesifik memandang sosiologi pendidikan sebagai studi yang komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segala segi ilmu yang dterapkan. Baginya, sosiologi pendidikan tidak hanya meliputi segala sesuatu dalam bidang sosiologi yang dapat dikenakan sosiologis. Adapun menurutnya adalah memberikan guru-guru, para peneliti yang efektif dalam sosiologi yang dapat memberikan sumbangannya kepada pemahaman yang lebih mendalam tentang pendidikan.[9]
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis. Sedangkan esensi sosiologi pendidikan adalah hakikat atau inti dari proses mempelajari seluruh aspek pendidikan dengan landasan dan azas-azasnya melalui analisis dan pendekatan secara sosiologis.
B.    Ruang Lingkup Sosiologi  Pendidikan
Pendidikan menurut Ngalim Purwanto ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Esensi dari pendidikan itu sendiri ialah pengalihan (transmisi) kebudayaan (ilmu pengetahuan, ide-ide dan nilai-nilai spiritual serta estetika) dari generasi yang lebih tua kepada generasi yang lebih muda setiap masyarakat atau bangsa.[10]
Sifat dan hakikat sosiologi yang di terapkan dalam pendidikan pada dasarnya merupakan pengetahuan yang empiris dan rasional. Dengan mempelajari gejala-gejala umum yang ada pada setiap interaksi dalam masyarakat,[11] serta pola dan peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. yang selanjutnya diterjemahkan dalam ranah pendidikan dalam menentukan arah serta tujuan pendidikan.
Dalam sistem pendidikan, ruang lingkup sosiologi pendidikan meliputi empat bidang, yaitu :
1.    Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain, meliputi :
a.       Fungsi kebudayaan dalam pendidikan
b.      Hubungan sistem pendidikan dan proses kontrol sosial dan sistem kekuasaan
c.       Fungsi sistem pendidikan dalam memelihara dan mendorong proses sosial dan perubahan kebudayaan.
d.      Hubungan pendidikan dengan kelas sosial atau system status.
2.    Hubungan kemanusiaan di sekolah, meliputi :
a.       Sifat kebudayaan sekolah khususnya yang berbeda dengan kebudayaan di luar sekolah.
b.      Pola interaksi sosial dan struktur masyarakat sekolah
3.    Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya, meliputi :
a.       Peran sosial guru
b.      Sifat kepribadian guru
c.       Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laku siswa
d.      Fungsi sekolah dalam sosialisasi
4.    Sekolah dalam komunitas yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain dalam komunitasnya, meliputi :
a.       Pelukisan tentang komunitas seperti tampak dalam pengaruhnya terhadap organisasi sekolah
b.      Analisis tentang proses pendidikan
c.       Hubungan antara sekolah dan komunitas dalam fungsi kependidikan
d.      Faktor-faktor demografi dan ekologi dalam hubungannya dengan organisasi sekolah.[12]
Keempat bidang tersebut sangat esensial untuk memahami sistem pendidikan dalam kaitannya dengan keseluruhan kehidupan masyarakat. pada prinsipnya sosiologi pendidikan mencakup semua jalur pendidikan, baik itu pendidikan sekolah maupun pendidikan di luar sekolah. Dan bila ditinjau dengan pendekatan sosiologi pendidikan yang paling berpengaruh adalah keluarga sebagai proses pembentukan karakter awal setiap manusia.
C.    Landasan Sosiologi Pendidikan
Dalam kehidupan masyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh pengikutnya, yaitu : (1) individualisme, (2) Kolektivisme dan (3) integralistik. Berdasarkan karakter budaya Indonesia, metode norma individualisme tidak bisa diterapkan karena tidak sesuai dengan semangat gotong-royong. Adapun kolektivisme mengarah ke suatu bentuk homogenitas kelompok sosial, itupun tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen. Sedangkan norma integralistik yang sifatnya asimilasi lebih tepat dengan kondisi masyarakat Indonesia.[13]
Dari landasan tersebut, sosiologi Pendidikan memberikan gagasannya tentang tujuan yang ingin dicapai sebagai berikut :
1.    Sosiologi Pendidikan sebagai proses analisisi sosialisasi.
2.    Sosiologi  Pendidikan sebagai analisis kedudukan pendidikan dalam masyarakat.
3.    Sosiologi pendidikan sebagai analisis interaksi sosial disekolah dan antara sekolah dan masyarakat. 
4.    Sosiologi pendidikan sebagai alat kemajuan dan perkembangan sosial
5.    Sosiologi pendidikan sebagai dasar untuk menentukan tujuan pendidikan.
6.    Sosiologi pendidikan sebagai sosiologi terapan.
7.    Sosiologi pendidikan sebagai latiahan sebagai petugas pendidikan.[14]
Di Indonesia dengan pengaruh masyarakat yang heterogen dan menganut norma integralistik, sosiologi pendidikan diarahkan ke dalam tujuan sebagai berikut :
1.        Berusaha memahami peranan sosiologi daripada kegiatan sekolah terhadap masyarakat, terutama apabila sekolah ditinjau dari segi kegiatan intelektual. Dengan begitu, sekolah harus bisa menjadi suri teladan di dalam masyarakat sekitarnya dan lebih luas lagi, atau dengan singkat mengadakan sosialisasi inttelektual untuk memajukan kehidupan didalam masyarakat.
2.        Untuk memahami seberapa jauhkah guru dapat membina kegiatan sosial anak didiknya untuk mengembangkan keperibadian anak.
3.    Untuk mengetahui pembinaan ideologi pancasila dan kebudayaan nasional indonesia dilingkungan pendidikan dan pengajaran.
4.   Untuk mengadakan integrasi kurikulum pendidikan dengan masyarakat disekitarnya agar pendidikan mempunyai kegunaan praktis didalam masyarakat dan negara seluruhnya.
5. Untuk menyelidiki faktor-faktor kekuatan masyarakat, yang bisa menstimulus pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak.
6.        Memberi sumbangan yang positif terhadap perkembangan ilmu pendidikan.
7.        Memberi pegangan terhadap penggunaan prinsip-prinsip sosiologi untuk mengadakan sosiologi prilaku dan kepribadian anak didik.[15]






[1] The Liang Gie, Kamus Logika. (Yogyakarta: Karya Kencana. Cet. I, 1979). h. 82
[2] Hassan Hanafi, Dari Akidah ke Revolusi. (Jakarta: Paramadina. Cet. I, 2003). h. 214
[3] Muh. al-Naquid al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam. (Bandung: Mizan. Cet. VIII, 1996). h. 39
[4] Chaerudin, dkk., Materi Pokok Pendidikan. (Jakarta: Universitas Terbuka, 1995). h. 67
[5] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Raja Grafindo Persada.1989). h. 16
[6] Muh. al-Naquid al-Attas, op.cit., h. 64
[7] Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia. (Jakarta: PT Hidakarya Agung, tt). h. 132
[8] Sanapiah Faisal dan Nur Yasik, Sosiologi Pendidikan. (Surayaba: Usaha Nasional, tt). h.39
[9] Nasution. 2004. Sosiologi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2004). h. 4
[10] Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995). h. 11
[11] Anggit Maryatun, Pengertian dan hakikat Sosiologi, http://anggiitmar.blogspot.com/2012/12/. Diakses tanggal 05 Mei 2013
[12] Nasution, op.cit., h. 5-6
[13] Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011). Hal. 9
[14] Nasution, Op.cit., h. 4
[15] Abdullah Idi, op.cit., h. 22-23

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

peradaban dapat tercipta dengan dialog