SELAMAT JALAN AYAH “KU”

Oleh: Muhammad Syahudin

Suatu hari, saat diskusi sedang berlangsung. Terdengar suaranya yang lantang, khas seorang orator menggema disekitar rumahnya. Ada hal yang begitu berat membebaninya. Banyak kondisi sosial yang menyayat hatinya. Bila kami sedang berdua, dia banyak bercerita dari hatinya tentang fenomena yang terjadi disekeliling kita, mengajak untuk tidak diam membiarkannya terjadi. Saat-saat masih dibangku kuliah itulah, dia banyak mengenalkan kepada saya tentang realitas sosial, tidak jarang perpustakaannya dibiarkan kepada saya untuk mengutak-atiknya.

Rumahnya, merupakan tempat persinggahan para aktivis maupun masyarakat. Bila lagi dalam masalah, dia juga dengan santun selalu bersedia untuk berbagi derita. Walaupun sangat sedikit orang yang mengenal derita yang dialaminya. Sorot matanya tajam, sikapnya begitu tegas. Bahkan, tidak mengenal kompromi terhadap penyimpangan. Namun berbagai kondisi hidup yang dialaminya, tidak membuatnya harus menjual harga diri. Ketika orang-orang tidak bisa membelinya dengan materi, dia dihantam dengan fitnah. Tapi, semuanya beliau hadapi dengan tegar. Sampai-sampai saya merasa beliaulah, orang yang paling berpengaruh dalam hidup saya. Dia banyak memberi arti dalam hidup saya.

Dirumah itulah, saya sering melihat beliau berjibaku dengan hidup. Kadang, bila sedang tertidur nyenyak tengah malam pun, beliau bersedia menerima tamunya. Beliau tidak pernah menutup pintu, bagi orang yang datang mengadukan persoalannya. Sekarang saya menyadari arti beliau dalam hidup saya, tahun 2000 adalah awal perkenalan sekaligus keakraban itu terjalin, saat itu saya mengadukan berbagai kesulitan saya selama berorganisasi. Masih terngiang ditelinga saya bahwa beliau mengajak saya untuk bersabar sembari mengutip ayat-ayat Al-Qur’an. Saat-saat itulah beliau banyak menularkan kepada saya sebuah semangat untuk membangun kepercayaan diri yang hampir-hampir tidak saya miliki waktu itu.

Beliau mengajak dan mengenalkan saya, untuk banyak-banyak bersama orang yang dirampas haknya, dan bagaimana membangun gerakan mahasiswa. Dirumah beliau, saya banyak menyaksikan orang-orang yang dibinanya keluar masuk, kemudian berhasil dalam hidupnya. Tapi, lihatlah kehidupannya. Rumahnya masih sama seperti pada saat saya bertemu, bila ada hujan turun tidak jarang rumahnya kebanjiran. Gaya hidupnya yang sederhana itulah, tidak jarang membuat teman-teman sekoleganya, kadang tidak bisa bertahan dan mengikutinya.

Hidup beliau dipenuhi oleh semangat perlawanan. Beliau menjadikan agama tidak hanya sekedar ritualitas individu belaka, tapi agama yang dianutnya diterjemahkan dalam gerakan sosial. Bahwa agama tidaklah terlepas dari kondisi masyarakat. Beliau tidak banyak berbicara tentang pluralisme, tapi lihatlah pluralisme itu nampak dari sikapnya, beliau bergaul dan berkomunikasi dengan siapa saja, meskipun berbeda agama sekalipun. Mahasiswa, apalagi para pejabat, politisi, penganut mazhab berbeda dalam Islam, LSM, tokoh agama dan masyarakat mengenal sosoknya. Beliau adalah orang yang dicari sekaligus dihindari, beliau orang yang dikagumi sekaligus ditakuti.

Sewaktu masih dibangku kuliah itulah, saya menjadikan beliau sebagai dosen terbaik saya. Bahkan tidur dan makanpun beliau sering berbagi dengan saya, walaupun beliau dalam keadaan berkekurangan. Hingga suatu saat disela-sela diskusi beliau berkata; “engkau sudah kuanggap sebagai anakku sendiri, jadi jangan diambil hati kalau saya kadang bersikap tegas seperti kepada anak-anak saya”. Ternyata, kata-kata tersebut seperti sihir dalam hidup saya, yang kemudian mampu mengubah kepribadian saya dikemudian hari.

Saya menyaksikan, beliau tidak segan-segan menumpahkan segenap tenaga dan pikirannya, untuk membela kepentingan masyarakat. Kurang lebih sepuluh tahun, beliau dengan tekun mendampingi masyarakat Battang, untuk merebut kembali tanah adat milik mereka yang dikelola oleh HBI. Saya pun beberapa kali bersama beliau, turun ke basisnya bermalam di tempat pendampingannya. Dan saya melihat sosoknya mampu, memberikan spirit kepada masyarakat, untuk tetap berjuang sampai perjuangan tersebut berhasil. Saya juga menjadi saksi, melihat masyarakat karetan yang berjuang mempertahankan tanahnya. Beliau dampingi, bahkan saya dan teman-teman waktu itu membentuk forum, yang kami beri nama Forum Simpang Empat (FSE), untuk mendukung perjuangan beliau.

Sosoknya yang tegas dan konsisten membuat hampir seluruh masyarakat kota palopo datang mengadukan persoalannya. Ditangannya pula organisasi LP2AD berhasil dibinanya dan bahkan FOSPA (Forum Ojek Se-kota Palopo) juga pernah dirintisnya. Beliau juga punya andil besar menjadikan Palopo menjadi Kota. Banyak orang-orang yang telah menikmati hasil perjuangan beliau, tetapi ia lebih memilih untuk tetap bersama kaum mustad’afien. Beberapa partai politik juga pernah dijajakinya, namun dengan alasan yang sulit dipahami ia kemudian melepaskannya.

Banyak harapan yang di sandarkan dipundaknya dan saya pun masih ingin berbagi pengetahuan dengannya, hingga suatu malam sebuah berita itu sampai ke telinga saya. Engkau meninggal dunia akibat kecelakaan. Sebuah tragedi mengakhiri sepak terjangnya, sungguh diluar dugaan. Kepergianmu menyisakan perih yang mendalam. Kini setelah engkau pergi adalah tugas kami memelihara apa yang telah engkau tanam, menjaga  hal-hal yang engkau senangi sekaligus menjauhkan namamu dari hal-hal yang engkau benci. Selamat jalan Ayah…selamat jalan Kanda…… Semoga  namamu terpatri dalam jiwa kami sebagai sosok pejuang kemanusiaan, sampai suatu saat cita-citamu terwujud. Namamu akan selalu dikenang karena engkau adalah ZAINAL ABIDIN.

(In memorian Uzt. Zaenal Abidin, 1969-2011)
wafat di malam 15 Ramadan 1433 H/2011 M

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

peradaban dapat tercipta dengan dialog