Oleh: Ust. Yayat Hidayat. S.PdI.
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bagian vital dalam kehidupan manusia.
Pendidikan (terutama Islam) – dengan berbagai coraknya- berorientasi memberikan
bekal kepada manusia (peserta didik) untuk mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat. Oleh karena itu, semestinya pendidikan (Islam) selalu diperbaharui
konsep dan aktualisasinya dalam rangka merespon perkembangan zaman yang selalu
dinamis dan temporal, agar peserta didik dalam pendidikan Islam tidak hanya
berorientasi pada kebahagiaan hidup setelah mati (eskatologis);
tetapi kebahagiaan hidup di dunia juga bisa diraih.
Pada persoalan kurikulum keilmuan misalnya, selama ini
pendidikan Islam masih sering hanya dimaknai secara parsial dan tidak integral
(mencakup berbagai aspek kehidupan), sehingga peran pendidikan Islam di era
global sering dipertanyakan. Masih terdapat pemahaman dikotomis keilmuan dalam
pendidikan Islam. Pendidikan Islam sering hanya difahami sebagai pemindahan
pengetahuan (knowledge) dan nilai-nilai (values) ajaran Islam yang tertuang dalam teks-teks agama, sedangkan
ilmu-ilmu sosial (social sciences
guestiswissenchaften) dan ilmu-ilmu alam (nature sciences/ naturwissenchaften) dianggap pengetahuan yang umum (sekular). Padahal Islam
tidak pernah mendikotomikan (memisahkan dengan tanpa saling terkait) antara
ilmu-ilmu agama dan umum. Semua ilmu dalam Islam dianggap penting asalkan
berguna bagi kemaslahatan umat manusia.
Bertolak dari problematika tersebut di atas, di Islam pun
dikenal dua sistem pendidikan yang berbeda proses dan tujuannya. Pertama, sistem
pendidikan tradisional yang hanya sebatas mengajarkan pengetahuan klasik dan
kurang peduli terhadap peradaban teknologi modern; ini sering diwarnai oleh corak
pemikiran Timur Tengah. Kedua, sistem pendidikan modern yang diimpor dari Barat yang kurang
mempedulikan keilmuan Islam klasik. Bentuk ekstrim dari sistem yang kedua ini
berupa universitas modern yang sepenuhnya sekular dan karena itu pendekatannya
bersifat non-agamis. Para alumninya sering tidak menyadari warisan ilmu klasik
dari tradisi mereka sendiri (M. Shofan, 2004: 109).
Menurut
Al-Attas (1984) percabangan sistem pendidikan tersebut di atas
(tradisional-modern) telah membuat lambang kejatuhan umat Islam. Jika hal itu
tidak ditanggulangi maka akan mendangkalkan dan menggagalkan perjuangan umat
Islam dalam rangka menjalankan amanah yang telah diberikan Allah SWT. Allah
telah menjadikan umat manusia di samping sebagai hamba-Nya juga sebagai
khalifah di muka bumi, sehingga peranannya disamping mengabdikan diri kepada
Allah juga harus bisa mewarnai dunia empiris.
Dikotomi keilmuan dalam pendidikan Islam; antara ilmu agama
(Islam) dan ilmu umum (Barat) telah menimbulkan persaingan di antara keduanya,
yang saat ini –dalam hal peradaban- dimenangkan oleh Barat, sehingga pengaruh
pendidikan Barat terus mengalir deras, dan ini membuat identitas umat Islam
mengalami krisis dan tidak berdaya. Dalam kajian AM. Saefuddin (1991: 97),
ketidakberdayaan umat Islam dalam menghadapi pengaruh Barat itu membuatnya
bersifat taqiyah; artinya, kaum Muslimin lebih menyembunyikan identitas
keislamannya, karena rasa takut dan malu. Sikap seperti ini banyak melanda umat
Islam di segala tingkatan; baik di infrastruktur maupun suprastruktur; level
daerah maupun nasional.
Menurut
(Syed Muhammad Naquib Al-Attas, 1981: 169 ), pemecahan problematika pendidikan
Islam seperti tersebut di atas menjadi tugas umat yang terberat di abad XV H./
XXI M.; sebab keadaan umat Islam jika ingin kembali bangkit memegang andil
dalam sejarah sebagaimana di masa kejayaannya, amat ditentukan oleh sejauh mana
kemampuannya dalam mengatasi problematika pendidikan yang sedang dialaminya.
Senada dengan itu Machnun Husein (1983: ix) menulis, bahwa persoalan yang paling
berat yang dihadapai dunia Islam pada masa kini adalah persoalan pendidikan.
Masa depan dunia Islam amat bergantung kepada bagaimana ia menghadapi tantangan
tersebut.
Dari
pemaparan di atas, dapat dirasakan bahwa selama ini ada sesuatu yang kurang beres
dalam dunia pendidikan Islam dari segi konsep (kurikulum, proses, tujuan) dan
aktualisasinya. Oleh karena itu perlu adanya rekonseptualisasi, reformulasi,
reformasi, rekonstruksi, atau penataan kembali di dalamnya (Ilmiyati, 1997: 2).
Hal ini amat perlu dilakukan, dan sebenarnya ini sudah disadari dan diupayakan
oleh para pemikir Muslim, terbukti dengan diadakannya beberapa kali konferensi
mengenai pendidikan Islam tingkat internasional.
Konferensi
internasional mengenai pendidikan Islam diselenggarakan sebanyak enam (6) kali
di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, yakni di Makkah (1977),
Islamabad (1980), Dakka (1981), Jakarta (1982), Kairo (1982), dan Amman (1990)
(Daud, 2003: 399). Dalam konferensi tersebut, dibahas berbagai persoalan mendasar
tentang problem yang dialami pendidikan Islam; juga mencari rumusan yang tepat
untuk mengatasinya.
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, termasuk salah satu pemikir
dan pembaharu pendidikan Islam dengan ide-ide segarnya. Al-Attas tidak hanya
sebagai intelektual yang concern kepada pendidikan dan persoalan umum umat Islam, tetapi juga
pakar dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Ia juga dianggap sebagai tokoh
penggagas Islamisasi ilmu pengetahuan yang mempengaruhi banyak tokoh lainnya.
Ia secara sistematis merumuskan strategi Islamisasi ilmu dalam bentuk kurikulum
pendidikan untuk umat Islam.
Meski
demikian, ide-ide Al-Attas tentang Islamisasi ilmu pengetahuan dalam pendidikan
Islam. Banyak memperoleh tantangan dari para pemikir yang terlahir dari dunia
Barat
Terlepas dari itu, Al-Attas telah dikenal sebagai filosof
pendidikan Islam yang sampai saat ini kesohor di kalangan umat Islam dunia dan
juga sebagai figur pembaharu (person
of reform) pendidikan Islam. Respon positif ataupun
negatif dari para intelektual yang ditujukan kepada Al-Attas menjadikan kajian
terhadap pemikiran Al-Attas semakin menarik.
Berdasarkan
pada uraian latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang ada
dirumuskan sebagai berikut. Bagaimana latar belakang sejarah kehidupan Naquib
al-Attas? Bagaimana tujuan pendidikan menurut al-Attas bagi modernisasi
pendidikan Islam di Indonesia?
B. Metode Penelitian
Penulisan
makalah ini ditulis dengan menggunakan kajian literatur atau kepustakaan yang
bersifat kontemporer dengan sudut pandang filsafat pendidikan. Data yang
dipakai bersumber dari buku-buku, majalah-majalah, artikel-artikel, dan
tulisan-tulisan yang berkaitan dengan pemikiran Al-Attas dan pendidikan.
Rujukan utama (primer) adalah karya-karya yang ditulis Al-Attas. Sementara
rujukan sekunder adalah karya-karya intelektual mengenai pemikiran Al-Attas.
Untuk karya-karya lain yang terkait dijadikan sebagai data pendukung. Adapun
metode yang digunakan adalah metode Heuristik; yaitu mencari pemahaman baru.
Metode heuristik diterapkan untuk menemukan sesuatu yang baru setelah melakukan
penyimpulan dan kritik terhadap objek material dalam penelitian. Metode
heuristik penting untuk menemukan suatu hal baru dalam mendekati objek material
penelitian. Disamping itu, metode heuristik perlu untuk melakukan refleksi
kritis terhadap konsepsi seorang filosof (Kaelan, 2005: 254; Bakker &
Zubair, 1990). Metode ini dipakai untuk mengevaluasi secara kritis pemikiran
Al-Attas; kekuatan dan kelemahan.
C. Deskripsi Pembahasan
·
§ Biografi
Prof. DR. Syed Muhammad Naquib Al-Attas
1. Sejarah Hidup dan Riwayat Pendidikannya
Prof. DR. Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Lahir
dibogor, Jawa Barat, pada tanggal 5 september 1931. Ia adik kandung dari Prof. DR. Hussein Al-Attas, seorang
ilmuwan dan pakar sosiologi di Univeritas Malaya, Kuala Lumpur Malaysia.
Ayahnya bernama Syed Ali bin Abdullah AL-Attas, sedangkan ibunya bernama
Syarifah Raguan Al-Idrus, keturunan kerabat raja-raja Sunda Sukapura, Jawa
Barat. Ayahnya berasal dari Arab yang silsilahnya merupakan keturunan ulama dan
ahli tasawuf yangterkenal dari kalangan sayid.
Riwayat pendidikan Prof. DR. Syed Muhammad Naquib Al-Attas
(selanjutnya akan disebut Al-Attas), sejak ia masih kecil berusia 5 tahun.
Ketika ia berada di Johor Baru, tinggal bersama dan di bawah didikan saudara
ayahnya Encik Ahmad, kemudian dengan Ibu Azizah hingga perang kedua meletus.
Pada tahun 1936-1941, ia belajar di Ngee
Neng English Premary Schoool di Johor
Baru. Pada zaman Jepang ia kembali ke Jawa Barat selama 4 tahun. Ia belajar
agama dan bahasa Arab Di Madrasah Al-Urwatul
Wutsqa di Sukabumi Jawa Barat Pada tahun 1942-1945.
Tahun 1946 ia kemabali lagi ke Johor Baru dan tinggal bersama saudara ayahnya
Engku Abdul Aziz (menteri besar Johor Kala itu), lalu dengan Datuk Onn yang
kemudian juga menjadi menteri besar Johor (ia merupakan ketua umum UMNO
pertama). Pada tahun 1946, Al-Attas melanjutkan pelajaran di Bukit Zahrah
School dan seterusnya di English College Johor Baru tahun 1946-1949. Kemudian
masuk tentara (1952-1955) hingga pangkat Letnan. Namun karena kurang berminat
akhirnya keluar dan melanjutkan kuliah di University Malaya tahun 1957-1959,
lalu melanjutkan di Mc Gill University, Montreal, Kanada, dan mendapat gelar M.
A. Tidak lama kemudian melanjutkan lagi pada program pascasarjana di University
of London tahun 1963-1964 hingga mendapat gelar Ph. D.
2. Corak pemikiran pendidikan Al-Attas
Apabila
ditelaah dengan cermat, format pemikiran pendidikan yang ditawarkan oleh
Al-Attas, tampak jelas bahwa dia berusaha menampilkan wajah pendidikan Islam
sebagai suatu sistem pendidikan terpadu.
Hal tersebut dapat dilihat dari tujuan pendidikan yang
dirumuskannya, yakni tujuan pendidikan yang dirumuskannya, yakni tujuan
pendidikan dalam Islam harus mewujudkan manusia yang baik, yaitu manusia
universal (Al-Insan Al-Kamil). Insan kamil yang dimaksud adalah manusia yang
bercirikan: pertama; manusia yang seimbang, memiliki keterpaduan dua dimensi
kepribadian; a) dimensi isoterikvertikal yang intinya tunduk dan patuh kepada
Allah dan b) dimensi eksoterik, dialektikal, horisontal, membawa misi
keselamatan bagi lingkungan sosial alamnya. Kedua; manusia seimbang dalam kualitas pikir, zikir dan amalnya
(achmadi, 1992: 130). Maka untuk menghasilkan manusia seimbang bercirikan
tersebut merupakan suatu keniscayaan adanya upaya maksimal dalam mengkondisikan
lebih dulu paradigma pendidikan yang terpadu.
Indikasi
lain yang mempertegas bahwa paradigma pendidikan yang ditawarkan Al-Attas
menghendaki terealisirnya sistem pendidikan terpadu ialah tertuang dalam
rumusan sistem pendidikan yang diformulasikannya, dimana tampak sangat jelas
upaya Al-Attas untuk mengintegrasikan ilmu dalam sistem pendidikan Islam,
artinya Islam harus menghadirkan dan mengajarkan dalam proses pendidikannya
tidak hanya ilmu-ilmu agama, tetapi juga ilmu-ilmu rasional, intelek dan
filosofis.
Dari
deskripsi di atas, dapat dilacak bahwa secara makro orientasi pendidikan
Al-Attas adalah mengarah pada pendidikan yang bercorak moral religius yang
tetap menjaga prinsip keseimbangan dan keterepaduan sistem. Hal tersebut
terlihat dalam konsepsinya tentang Ta’dib (adab) yang menurutnya telah mencakup
konsep ilmu dan amal. Di situ dipaparkan bahwa setelah manusia dikenalkan akan
posisinya dalam tatanan kosmik lewat proses pendidikan, ia diharapakan dapat
mengamalkan ilmunya dengan baik di masyarakat berdasarkan adab, etika dan
ajaran agama. Dengan bahasa yang berbeda dapat dikatakan bahwa penggunaan ilmu
pengetahuan dan teknologi harus dilandasi pertimbangan nilai-nilai dan ajaran
agama.
Hal itu merupakan indikator bahwa pada dasarnya paradigma
pendidikan yang ditawarkan Al-Attas lebih mengacu kepada aspek
moral-transendental (afektif) meskipun juga tidak mengabaikan aspek kognitif (sensual–logis) dan
psikomotorik (sensual-empiris). Hal ini relevan dengan aspirasi pendidikan Islami, yakni
aspirasi yang bernafaskan moral dan agama. Karena dalam taksonomi pendidikan
Islami, dikenal adanya aspek transendental, yaitu domain iman disamping tiga
domain kognitif, afektif dan psikomotorik yang dikembangkan B.S.Bloom dkk.
(Muhaimin, 1991 : 1971: 72-73). Domain iman amat diperlukan dalam pendidikan
Islami, karena ajaran Islam tidak hanya menyangkut hal-hal rasional, tetapi
juga menyangkut hal-hal yang supra rasional, dimana akal manusia tidak akan
mampu menangkapnya, kecuali didasari dengan iman, yang bersumber dari wahyu,
yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadist. Domain iman merupakan titik sentral yang hendak
menentukan sikap dan nilai hidup peserta didik, dan dengannya pula menentukan nilai
yang dimiliki dan amal yang dilakukan.
3. Kondisi obyektif pendidikan Islam dewasa ini
Untuk
memotret bagaimana kondisi dunia pendidikan Islam dewasa ini, setidaknya bisa
dicerna pandangan dan penilaian kritis para cendekiawan muslim, dimana secara
makro dapat disimpulkan bahwa ia masih mengalami keterjajahan oleh konsepsi
pendidikan Barat. Walaupun statemen ini berupa tesis atau hipotesa yang perlu
dikaji ulang, tetapi ia sangat penting sebagai cermin dan refleksi untuk
memperbaiki wajah pendidikan Islam yang dicita-citakan.
Prof. Dr. Isma’il Raji Al-Faruqi dalam karya monumentalnya islamization of
knowlegde: general principles and workplan mensinyalir bahwa kondisi umat Islam saat ini sangat
memprihatinkan, berada di bawah anak tangga bangsa-bangsa terbawah. Mengenai
kondisi ini, ia menulis the whole world
nomdays is led to thing that the religion of islam standas at the root of all
evils(Al-Faruqi, 1995: x). Dalam bukunya Al-Tawhid,
ia menambahkan bahwa : the ummah of
islam is undeniabley the most unhappy ummah in modern times (Al-Faruqi, 1994: xiii). Al-Faruqi meyakini bahwa kondisi
umat islam yang memprihatinkan ini, disebabkan oleh sistem pendidikan yang
dipakai jiplakan dari sistem pendidikan Barat, baik materi maupun metodologinya
(AL-Faruqi, 1984:17).
Tidak
bisa dipungkiri, bahwa masyarakat Islam di seluruh dunia sedang berada dalam
arus perubahan yang sangat dahsat seiring datangnya era globalisasi dan
informasi. Sebagai masyarakat mayoritas dalam dunia ketiga, sungguhpun telah
berusaha menghindari pengaruh westernisasi, tetapi dalam kenyataannya
modernisasi yang diwujudkan melalui pembangunan berbagai sektor termasuk
pendidikan, intervensi dan westernisasi tersebut sulit dielakkan.
Sehubungan
dengan itu Fazlur Rahman Anshari yang selanjunya dikutip oleh Muhaimin,
menyatakan : bahwa dunia Islam saat ini menghadapi suatu krisis yang belum
pernah dialami sepanjang sejarahnya, sebagai akibat dari benturan peradaban
Barat dengan dunia Islam.
Khursyid
Achmad, seorang pakar muslim asal Pakistan, mencatat empat kegagalan yang
ditemui oleh sistem pendidikan Barat yang liberal dan sekuler, yaitu:
Pertama, pendidikan telah gagal mengembangkan cita-cita kemasyarakan
di kalangan pelajar.Kedua, pendidikan semacam ini gagal menanamkan nilai moral dalam
hati dan jiwa generasi muda. Pendidikan semacam ini hanya memenuhi tuntutan
pikiran, tetapi gagal memenuhi kebutuhan jiwa. Ketiga,
pendidikan liberal membawa akibat terpecah belahnya ilmu pengetahuan. Ia gagal
menyusun atau menyatukan ilmu dalam kesatuan yang utuh. Empat, selanjutnya
pendidikan liberal menghasilkan manusia yang tiadak mampu menghadapi masalah
kehidupan yang mendasar. (Achmad, 1992:22-23).
Semerntara
Al-Attas melihat bahwa universitas modern (baca:Barat) tidak mangakui
eksistensi jiwa atau semangat yang ada pada dirinya, dan hanya terikat pada
fungsi administratif pemeliharaan pembangunan fisik
Dapat disimpulkan bahwa kondisi pendidikan dewasa ini, secara
makro telah terkontaminasi dan terinvensi konsep pendidikna Barat. Dimana
paradigma pendidikan Barat tersebut secara garis besar dapat dikatakan hanya
mengutamakan pengejaran pengetahuan ansich, menitik beratkan pada segi teknik empiris, sebaliknya tidak
mengakui eksistensi jiwa, tidak mempunyai arah yang jelas serta jauh dari
landasan spiritual.
4. Menuju paradigma
pendidikan Islam
Melihat
kondisi pendidikan dewasa ini sebagaimana telah dideskripsikan, maka peniruan
terhadap konsepsi pendidikan Barat harus dihentikan, karena tidak sesuai dengan
dengan cita-cita pendidikan Islam. Sebaliknya merupakan suatu keniscayaan untuk
mencari paradigma pendidikan yang paling sesuai dengan cita-cita islam.
Dalam wacana ilmiah, setidaknya dapat dikemukakakan beberapa
alasan mendasar tentang pentingnya realisasi paradigma pendidikan Islam. Pertama, Islam
sebagai wahyu Allah yang meruapakan pedoman hidup manusia untuk mencapia
kesejahteraan di dunia dan akherat, baru bisa dipahami, diyakini, dihayati dan
diamalkan setelah melalui pendidikan. Disamping itu secara fungsional Nabi
Muhammad, sendiri di utus oleh Allah sebagai pendidikan utama manusia. Kedua,
ilmu pendidikan sebagai ilmu humaniora juga termasuk ilmu normatif, sebab ia
terikat dengan norma-norma tertentu. Disini nilai-nilai Islam sangat memadai
untuk dijadikan sentral norma dalam ilmu pendidikan itu.
Ketiga,
dalam memecahkan dan menganalisa berbagai masalah pendidikan selama ini
cenderung mengambil sikap seakan-akan semua permasalahn pendidikan, baik makro
maupun mikro diyakini dapat diterangkan dengan teori-teori atau filsafat
pendidikan Barat, padahal yang disebut terakhir tadi bersifat sekuler. Oleh
karena itu, nilai-nilai ideal Islam mestinya akan lebih sesuai untuk
menganalisa secara kritis fenomena kependidikan (Lihat Achmadi, 1992: viii-ix).
5. Aktualisasi
konsep Al-Attas dalam pendiikan Islam masa kini
Berdasarkan pada fenomena dan kondisi obyektif dunia
pendidikan masa kini pada umumnya dan pendidikan Islam pada khususnya, maka
pemikiran pendidikan Islam yang terformula dalam konsep ta’dib yang ditawarkan
Al-Attas, sungguh memilki relevansi dan signifikansi yang tinggi serta layak
dipertimbangkan sebagai solusi alternatif untuk diaktualisasikan dan di
implementasikan dalam dunia pendidikan Islam. Karena pada dasarnya ia merupakan
konsep pendidikan yang hendak mengintegrasikan dikhotomi ilmu pengetahuan,
menjaga keseimbangan-equilibrium, bercorak moral dan religius. Secara ilmiah Al-Attas telah
mengemukakan proposisi-proposisinya sehingga menjadi sebuah konsep pendidikan
yang sangat jelas. Sehingga bukanlah suatu hal yang naif bahwa statement
Al-Attas ini merupakan sebuah jihad intelektual dalam menemukan paradigma
pendidikan Islam. Bila dicobakan untuk berdialog dengan filsafat ilmu, apa yang
diformulasikan oleh Al-Attas dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik
dari dataran ontologis, epistemologis maupun aksiologis.
D. Kesimpulan
Bagaimanapun
hebatnya pemikiran seseorang pasti memiliki kekurangan dan tidak sempurna, tak
terkecuali paradigma pendidikan Islam yang diformulasikan oleh Al-Attas. Namun
apa yang digagasnya merupakan suatu komoditi berharga bagi pengembangan dunia
ilmu pendidikan Islam, baik dalam dataran teoritis maupun praktis. Demikian
pula dengan gagasan tentang Islamisasi ilmu pengetahuan adalah ide yang penting
untuk diperhatikan secara positif. Hal tersebut bermuara pada tujuan agar
menghindarkan umat manusia dari kesesatan disebabkan oleh ilmu yang sudah ada
terpola secara filsafat Barat yang sekuler. Selanjutnya bagaimana konsepsi
tersebut menemukan formatnya secara konkrit dan operasional.
Secara akademis pemikiran kritis dan inovatif seperti yang
dilakukan Al-Attas, dalam konteks demi kemajuan dunia pendidikan Islam
merupakan suatu keniscayaan, conditio sine
quanonuntuk ditumbuhkembangkan secara terus menerus.
Hal tersebut merupakan konsekwensi dan refleksi rasa tanggung jawab manusia
yang memiliki fungsi dan tugas utama sebagai Abdullah dan Khalifatullah.
Daftar Pustaka
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Islam dan Sekularisme, 1981,
penerjemah Karsidjo Djojosuwarno, Pustaka, cet I, Jakarta.
__________, Konsep
Pendidikan dalam Islam, 1990,
penerjemah Haidar Bagir, Mizan, cet III, Bandung.
Achmadi, 1988, Ilmu
pendidikan Islam II, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, salatiga.
___________,
1992, Islam paradigma ilmu pendidikan, Aditya Media, cet.I, Yogyakarta.
___________, Edisi 01/Tahun I/1998, Klasifikasi ilmu pengetahuan Islam: Perspektif sejarah peradabn islam, jurnal wahana Akademika,
kopertais Wil. IX, semarang.
Al-Syaibany, Oemar M. Al-Thoumy, 1979, Falsafah Pendidikan Islam, Alih bahasa Hasan Langgulung, Bulan Bintang, Jakarta.
Kuntowijoyo, 1991, Paradigma
Islam: Interpretasi Untuk Aksi, editor
A.E. Priyono, Mizan, bandung.
Muhadjir, Noeng, 1987, Ilmu
Pendidikan dan Perubahan Sosial: suatu teori pendidikan, Rake sarasin, Yogyakarta.
Muhaimain, 1991, Konsepsi
Pendidikan Islam, Sebuah Telaah Komponen Dasar Kurikulum, Ramadhani, Solo.
2 komentar
komentarBlog ini bermanfaat sekali , Thanks gan !!
Replybisnistiket.co.id
Blog ini bermanfaat sekali , Thanks gan !!
Replybisnistiket.co.id