BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan
peradaban Islam mengalami kemunduran yang sangat dramatis dari segala sisi
setelah beberapa daerah kekuasaan politik Islam berhasil dikuasai akibat
serangan bangsa Mongol serta direbutnya kembali
spanyol ke tangan Eropa.
spanyol ke tangan Eropa.
Friksi
tersebut membuat terbaginya wilayah-wilayah strategis Islam menjadi
kerajaan-kerajaan kecil dan sistem pemerintahannya sendiri. kekuatan Islam yang
telah luluh lantak oleh invasi bangsa Mongol tersebut juga membuat terjadinya
perebutan kekuasaan dan tidak jarang terjadi peperangan antara
kerajaan-kerajaan kecil tersebut.
Meskipun
dalam kondisi yang terpecah belah dan
lebih dari satu abad umat Islam
menderita dan dihancurkan oleh Mongol di bawah Hulagu Khan, namun Umat Islam
berusaha bangkit dari keterpurukan tersebut. Tapi, malapetaka yang tak kurang
dahsyatnya datang kembali ketika seorang yang masih keturunan bangsa Mongol
yang bernama Timur Lenk[1], yang
berarti Timur si pincang melakukan penyerangan kembali kedaerah kekuasaan Islam
dan meninggalkan sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman yang masih melekat kuat
terhadap Umat Islam.
Ditengah
kehancuran negeri Islam, Mesir yang ketika itu di bawah kekuasaan dinasti
Mamalik dapat terhindar dari kehancuran sehingga dapat mempertahankan tradisi
dan prestasi yang pernah dicapai oleh Umat Islam pada masa klasik. Pada saat
yang bersamaan metode berfikir tradisional sudah tertanam sangat kuat sejak
berkembangnya teologi asy’ariyah, filsafat mendapat kecaman sejak kritik
al-Ghazali terhadap Filsafat, dan yang lebih tragis adalah kehancuran Baghdad
sebagai pusat peradaban Islam.[2]
Keadaan
politik umat Islam berangsur-angsur mengalami perbaikan dan kemajuan kembali
ditandai dengan berkembangnya tiga kerajaan besar di tiga daerah Islam yang berbeda,
yaitu : Kerajaan Usmani di Turki, Kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal
di India.
Untuk
menyelami sejarah peradaban Islam tersebut, dalam makalah ini hanya akan
membahas dua diantara tiga kerajaan besar Islam yaitu Kerajaan Safawi dan
Mughal saja yang mencakup sejarah berdirinya, perkembangan dan prestasi yang
dicapai serta masa kemunduran yang dialami.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Sebagaimana
telah dikemukakan alasan-alasan kehancuran daerah-daerah Islam oleh serangan
bangsa Mongol, serta dimulainya kembali kebangkitan negeri-negeri Islam di
bawah tiga kerajaan besar, dalam makalah ini akan dikemukakan beberapa rumusan
dan batasan masalah sebagai berikut :
1. Seperti
apa sejarah berdirinya kerajaan Safawi dan Mughal ?
2. Apa
saja prestasi dan kemajuan yang telah dicapai kerajaan Safawi dan Mughal dalam
dunia Islam ?
3. Faktor-fakator
apa yang menyebabkan terjadinya kemunduran kerajaan Safawi dan Mughal ?
C. Tujuan Pembahasan
Setelah
dilakukan pembahasan dua kerajaan besar Islam dalam makalah ini diharapkan
tercapainya tujuan sebagai berikut :
1.
Dapat diketahui Seperti apa sejarah
berdirinya kerajaan Safawi dan Mughal
2.
Dapat diketahui Apa saja prestasi dan
kemajuan yang telah dicapai kerajaan Safawi dan Mughal dalam dunia Islam
3.
Dapat dipahami Faktor-fakator apa yang
menyebabkan terjadinya kemunduran kerajaan Safawi dan Mughal
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kerajaan Safawi
Kerajaan
Safawi mempunyai perbedaan dari dua kerajaan besar Islam lainnya seperti
kerajaan Turki Usmani dan Mughal. Kerajaan ini menyatakan sebagai penganut
Syi'ah dan dijadikan sebagai madzhab negara. Oleh karena itu, kerajaan Safawi
dianggap sebagai peletak dasar pertama terbentuknya Negara iran dewasa ini.
Kerajaan
Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di daerah Ardabil kota
Azerbaijan. Tarekat ini bernama Safawiyah sesuai dengan nama pendirinya Safi
Al-Din, salah satu keturunan Imam Syi'ah yang ke-Enam “Musa al-Kazim” gurunya
bernama Syekh Taj al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301 M).[3]
Pada awalnya tarekat ini bertujuan memerangi orang-orang yang ingkar dan pada
akhirnya memerangi orang-orang ahli bid'ah. Tarekat ini menjadi semakin penting
setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang
bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia,
Syiria dan Anatolia. [4]
Dalam
perkembangannya Bangsa Safawi (tarekat Safawiyah) sangat fanatik terhadap
ajaran-ajarannya. Hal ini ditandai dengan kuatnya keinginan mereka untuk
berkuasa karena dengan berkuasa mereka dapat menjalankan ajaran agama yang
telah mereka yakini (ajaran Syi'ah). Karena itu, lama kelamaan murid-murid
tarekat Safawiyah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan
menentang setiap orang yang bermazhab selain Syiah.
Bermula
dari prajurit akhirnya mereka memasuki Dunia perpolitikan pada masa
kepemimpinan Juneid (1447-1460 M). Dinasti Safawi memperluas geraknya dengan
menumbuhkan kegiatan politik di dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. Perluasan
kegiatan ini menimbulkan konflik dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam),
salah satu suku bangsa Turki, yang akhirnya menyebabkan kelompok Juneid kalah
dan diasingkan kesuatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari
penguasa Diyar Bakr, Ak-Koyunlu, juga suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana
Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia.[5]
Tahun
1459 M, Juneid mencoba merebut Ardabil tapi gagal. Pada tahun 1460 M, ia
mencoba merebut Sircassia tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara
Sirwan dan ia terbunuh dalam pertempuran tersebut (Brockelman, 1974:494).
Penggantinya diserahkan kepada anaknya Haidar secara resmi pada tahun 1470 M,
lalu Haidar kawin dengan seorang cucu Uzun Hasan dan lahirlah Isma'il yang
kemudian hari menjadi pendiri kerajaan Safawi di Persia dan mengatakan bahwa
Syi'ahlah yang resmi dijadikan mazhab kerajaan ini. Kerajaan inilah yang
dianggap sebagai peletak batu pertama negara Iran.
Gerakan
Militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar di pandang sebagai rival politik oleh
Ak-Koyunlu setelah ia menang dari Kara Koyunlu (1476 M). Karena itu, ketika
Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, Ak Koyunlu mengirimkan
bantuan militer kepada Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah, kemudian putera
dan pengganti Haidar, didesak bala tentaranya untuk menuntut balas atas kematian
ayahnya, terutama terhadap Ak- Koyunlu. Akan tetapi Ya'kub pemimpin Ak Koyunlu
menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya, Ibrahim, Ismail dan ibunya
di Fars (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putera mahkota Ak Koyunlu
dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. Setelah dapat
dikalahkan, Ali bersaudara kembali ke Ardabil. Namun, tidak lama kemudian
Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara dan Ali terbunuh (1494 M)
Periode selanjutnya, kepemimpinan
gerakan Safawi di serahkan pada Ismail. Selama 5 tahun, Ismail beserta
pasukannya bermarkas di Gilan untuk menyiapkan pasukan dan kekuatan. Pasukan
yang di persiapkan itu diberi nama Qizilbash (baret merah). Pada tahun 1501 M,
pasukan Qizilbash dibawah pimpinan Ismail menyerang dan mengalahkan Ak Koyunlu
(domba putih) di sharur dekat Nakh Chivan. Qizilbash terus berusaha memasuki
dan menaklukkan Tabriz, yakni ibu kota Ak Koyunlu dan akhirnya berhasil dan
mendudukinya.
Di kota Tabriz Ismail
memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama Dinasti Safawi. Ia disebut juga
Ismail I (Brockelmann, 1974:398). Ismail I berkuasa kurang lebih 23 tahun
antara 1501-1524 M. Pada sepuluh tahun pertama ia berhasil memperluas wilayah
kekuasaannya, Buktinya ia dapat menghancurkan sisa-sisa kekuatan Ak Koyunlu di
Hamadan (1503 M), menguasai propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd
(1504 M), Diyar Bakr (1505-1507 M) Baghdad dan daerah Barat daya Persia (1508
M), Sirwan (1509 M) dan Khurasan. Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah
kekuasaannya sudah meliputi seluruh Persia dan bagian timur Bulan Sabit Subur
(Fertile Crescent).
Dalam memenuhi hasrat politiknya
Ismail I juga melakukan serangan ke Turki Usmani, sehingga meletuslah
peperangan antara dua kerajaan besar tersebut pada tahun 1514 M di Chaldiran,
dekat Tabriz. Dan berakhir dengan kekalahan kerajaan Safawi, namun karena
terjadi perpecahan secara internal ditubuh militer kerajaan turki Usmani[6]
sehingga kerajaan Safawi diuntungkan sehingga dapat selamat dari kehancuran.
Kekalahan yang diderita kerajaan Safawi menimbulkan beberapa peperangan yang
berlanjut pada masa pemerintahan Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1676-1577
M) dan Muhammad Khudabanda (1577-1587), hingga terjadi gencatan senjata dan
perjanjian damai pada masa raja kelima Safawi yang bernama Abbas I.
Pada Masa Abbas I kejayaan kerajaan
Safawi mencapai puncaknya, tidak hanya dibidang politik tapi dibidang lain juga
mengalami kemajuan, diantaranya :
1.
Bidang Ekonomi
Kemajuan
ekonomi pada masa itu bermula dengan penguasaan atas kepulauan Hurmuz dan
pelabuhan Gumrun yang diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan demikian Safawiyah
menguasai jalur perdagangan antara Barat dan Timur. Di samping sector
perdagangan, Safawiyah juga mengalami kemajuan dalam bidang pertanian, terutama
hasil pertanian dari daerah Bulan Sabit yang sangat subur (Fertille Crescent).
2.
Bidang Ilmu Pengetahuan
Sepanjang sejarah Islam Persia di
kenal sebagai bangsa yang telah berperadaban tinggi dan berjasa mengembangkan
ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, sejumlah ilmuan yang
selalu hadir di majlis istana yaitu Baha al-Dina al-Syaerazi, generalis ilmu
pengetahuan, Sadar al-Din al-Syaerazi, filosof, dan Muhammad al-Baqir Ibn
Muhammad Damad, filosof, ahli sejarah, teolog dan seorang yang pernah pernah
mengadakan observasi tentang kehidupan lebah
3.
Bidang Pembangunan Fisik dan Seni
Kemajuan bidang seni arsitektur
ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang memperindah Isfahan
sebagai ibu kota kerajaan ini. Sejumlah masjid, sekolah, rumah sakit, jembatan
yang memanjang diatas Zende Rud dan Istana Chihil Sutun. Kota Isfahan juga
diperindah dengan kebun wisata yang tertata apik. Ketika Abbas I wafat, di
Isfahan terdapat sejumlah 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan dan 273
pemandian umum. Unsur lainnya terlihat dalam bentuk kerajinan tangan, keramik,
permadani dan benda seni lainnya
Sepeninggal Abbas I, Kerajaan Safawi
berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas
II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husein (1694- 1722 M), Tahmasp II
(1722-1732 M) dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut kondisi
kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru
memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran. Raja Safi
Mirza (cucu Abbas I) juga menjadi penyebab kemunduran Safawi karena dia seorang
raja yang lemah dan sangat kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan.
Adapun sebab-sebab kemunduran dan
kehancuran kerajaan Safawi adalah:
1.Adanya konflik yang berkepanjangan
dengan kerajaan Usmani. Berdirinya kerajaan Safawi yang bermadzhab Syi'ah
merupakan ancaman bagi kerajaan Usmani, sehingga tidak pernah ada perdamaian
antara dua kerajaan besar ini.
2. Terjadinya dekandensi moral yang melanda
sebagian pemimpin kerajaaan Safawi, yang juga ikut mempercepat proses
kehancuran kerajaan ini. Raja Sulaiman yang pecandu narkotik dan menyenangi
kehidupan malam selama tujuh tahun tidak pernah sekalipun ssmenyempatkan diri
menangani pemerintahan, begitu pula dengan sultan Husein.
3. Pasukan ghulam (budak-budak) yang
dibentuk Abbas I ternyata tidak memiliki semangat perjuangan yang tinggi
seperti semangat Qizilbash . Hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki
ketahanan mental karena tidak dipersiapkan secara terlatih dan tidak memiliki
bekal rohani. Kemerosotan aspek kemiliteran ini sangat besar pengaruhnya
terhadap lenyapnya ketahanan dan pertahanan kerajaan Safawi.
4. Seringnya terjadi konflik intern
dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.
B. Kerajaan Mughal
Kerajaan
Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan Safawi. Kerajaan
Mughal bukanlah kerajaan Islam pertama di anak benua India. Awal kekuasaan
Islam di wilayah India terjadi pada masa Khalifah al-Walid, dari Dinasti Bani
Umayyah. Penaklukkan wilayah ini dilakukan oleh tentara Bani Umayyah di bawah
pimpinanMuhammad ibn Qasim.[7]
Mughal merupakan kerajaan Islam di
anak benua India, dengan Delhi sebagai ibukotanya, berdiri antara tahun
1526-1858 M. Dinasti Mughal di India didirikan oleh seorang penziarah dari Asia
tengah bernama Zahiruddin Muhammad Babur (1482-1530 M), salah satu cucu dari
Timur Lenk dari etnis Mongol, keturunan Jengis Khan yang telah masuk Islam dan
pernah berkuasa di Asia Tengah pada abad ke 15. Kerajaan ini berdiri pada saat
di Asia kecil berdiri tegak sebuah kerajaan Turki Usmani dan di Persia kerajaan
Safawi. Ketiganya pada saat yang sama menjadi sebuah negara-negara adikuasa di
Dunia. Mereka juga menguasai perekonomian, politik serta militer dan
mengembangkan kebudayaan.
Ayahnya bernama Umar Mirza, penguasa
Ferghana. Babur mewarisi daerah Ferghana dari orang tuanya dari orang tuanya
ketika ia masih berusia 11 tahun. Setelah naik tahta ia mencanangkan obsesinya
untuk menguasai seluruh Asia Tengah, sebagaimana Timur Lenk tempo dulu. Namun,
ambisinya itu terhalang oleh kekuatan Urbekiztan, dan mengalami kekalahan Namun
berkat bantuan Ismail I (1500-1524 M), raja Safawi, Babur dapat menguasai
Samarkand tahun 1494 M. Pada tahun 1504 M, ia menduduki Kabul, ibukota
Afganistan. [8]
Dari sini ia memperluas kekuasaannya
ke sebelah Timur (India). Saat itu, Ibrahim Lodi, penguasa India, di landa
krisis sehingga stabilitas pemerintahan menjadi kacau. Daulah Khan, Gubernur
Lahore dan Alam Khan, paman Ibrahim sendiri melakukan pembangkangan pada tahun
1524 terhadap pemerintahan Ibrahim Lodi, dan meminta bantuan Babur untuk
merebut Delhi. Tiga kekuatan itu bersatu untuk menyerang kekuatan Ibrahim,
tetapi gagal memperoleh kemenangan. Mereka melihat bahwa Babur tidak
sungguh-sungguh membantu mereka.
Ketidakseriusan Babur menimbulkan
kecurigaan di mata Daulah Khan dan Alam Khan, sehingga keduanya berbalik
menyerang Babur. Kesempatan itu tidak disia-siakan Babur, ia berusaha keras
untuk mengalahkan gabungan dua kekuatan tersebut. Daulah Khan dan Alam Khan
dapat dikalahkan, Lahore dikuasainya pada tahun 1525 M. Dari Lahore ia terus
bergerak ke selatan hingga mencapai Panipat. Di sinilah ia berjumpa dengan
pasukan Ibrahim maka terjadilah pertempuran yang dahsyat. Ibrahim beserta
ribuan tentaranya terbunuh dalam pertempuran itu.
Babur memperoleh kemenangan yang
amat dramastis dalam pertempuran Panipat I (1526 M) itu, karena hanya dengan
didukung 26.000 personel angkatan perang, ia dapat melumpuhkan kekuatan Ibrahim
yang di dukung oleh 100.000 personel dan 1.000 pasukan gajah. Babur memasuki
kota Delhi sebagai pemenang dan menegakkan pemerintahannya disana. Dengan
demikian berdirilah kerajaan Mughal di India.[9]
Kemenangannya yang begitu cepat
mengundang reaksi dari para penguasa Hindu setempat. Proklamasi 1526 M yang
dikumandangkan Babur mendapat tantangan dari Rajput dan Rana Sanga didukung
oleh para kepala suku India tengah dan umat Islam setempat yang belum tunduk
pada penguasa yang baru tiba itu, sehingga ia harus berhadapan langsung dengan
dua kekuatan sekaligus. Tantangan tersebut dihadapi Babur pada tanggal 16 Maret
1527 M di Khanus dekat Agra. Babur memperoleh kemenangan dan Rajput jatuh ke
dalam kekuasaannya.
Setelah Rajput dapat ditundukkan,
konsentrasi Babur diarahkan ke Afganistan, yang saat itu dipimpin oleh Mahmud
Lodi saudara Ibrahim Lodi. Kekuatan Mahmud dapat dipatahkan oleh babur tahun
1529 M sehingga Gogra dan Bihar jatuh ke bawah kekuasaannya. Pada tahun 1530 M
Babur meninggal Dunia dalam usia 48 tahun setelah memerintah selama 30 tahun,
dengan meninggalkan kejayaan-kejayaan yang cemerlang. Pemerintahan selanjutnya
dipegang oleh anaknya Humayun.
Humayun, putra sulung Babur dalam
melaksanakan pemerintahan banyak menghadapi tantangan. Sepanjang masa
kekuasaannya selama sembilan tahun (1530-1539 M) negara tidak pernah aman. Ia
senantiasa berperang melawan musuh. Diantara tantangan yang muncul adalah pemberontakan
Bahadur Syah, penguasa Gujarat yang memisahkan diri dari Delhi. Pemberontakan
ini dapat dipadamkan. Bahadur Syah melarikan diri dan Gujarat dapat dikuasai.
Pada tahun 1540 M terjadi pertempuran dengan Sher Khan di Kanauj. Dalam
pertempuran ini Hamayun mengalami kekalahan. Ia terpaksa melarikan diri ke
Kandahar dan selanjutnya ke Persia.
Di Persia ia menyusun kembali
tentaranya. Kemudian dari sini ia menyerang musuh-musuhnya dengan bantuan raja
Persia, Tahmasp. Humayun dapat mengalahkan Sher Khan Shah setelah hampir 15
tahun berkelana meninggalkan Delhi. Ia kembali ke India dan menduduki tahta
kerajaan Mughal pada tahun 1555 M. Setahun setelah itu (1556 M) ia meninggal
Dunia karena terjatuh dari tangga perpustakaanya, Din Panah.[10]
Sepeninggalnya kerajaan Mughal diperintah oleh anaknya yang bernama Akbar.
Pada masa Akbar inilah kerajan
Mughal mencapai masa keemasannya. Ia dapat mengatasi pemberontakan dari
sisa-sisa keturunan Sher Khan Shah yang masih berkuasa di Punjab. Puncaknya
ketika pasukan yang dipimpin oleh Himu dikalahkan dalam perang dahsyat yang
terjadi pada tahun 1556 M, yang dikenal dengan perang Panipat II. Akbar juga
menyusun program ekspansi, dan Ia berhasil menguasai Chundar, Ghond, Chitor,
Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan,
Gawilgarh, Narhala, ahmadnagar, dan Asirgah. Wilayah yang sangat luas itu
diperintah dalam suatu pemerintahan militeristik.[11]
Akbar menerapkan apa yang dinamakan
dengan politik Sulakhul (toleransi
Universal), yaitu semua rakyat India dipandang sama, mereka tidak dibedakan
karena perbedaan etnis dan agama. Kemajuan yang telah dicapai oleh Akbar dapat
dipertahankan oleh tiga Sultan berikutnya, Yaitu Jehangir (1605-1628 M), Syah
Jehan (1628-1658 M), dan Aurangzeb (1658-1707 M). Namun setelah itu kemajuan
kerajaan Mughal tidak dapat dipertahankan oleh penerusnya.
Diantara kemajuan kerajaan mughal
adalah :
1. Bidang
Ekonomi
Pada masa kekuasaan Aurangzeb
(1658-1707 M), beberapa kebijakan yang diterapkan sangat berpengaruh bagi kerajaan
Mughal, diantaranya menghapuskan pajak, menurunkan bahan pangan dan memberantas
korupsi, kemudian ia membentuk peradilan yang berlaku di India yang dinamakan
fatwa alamgiri sampai akhirnya meninggal pada tahun 1707 M. Selama satu
setengah abad, India di bawah Dinasti Mughal menjadi salah satu negara
adikuasa. Ia menguasai perekonomian Dunia dengan jaringan pemasaran
barang-barangnya yang mencapai Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Cina.
Selain itu, India juga memiliki pertahanan militer yang tangguh yang sukar
ditaklukkan dan kebudayaan yang tinggi.
Dalam
bidang ekonomi, kerajaan Mughal dapat mengembangkan program pertanian,
perrtambangan dan perdagangan. Akan tetapi, sumber keuangan negara lebih banyak
bertumpu pada sektor pertanian. Di samping untuk kebutuhan dalam negeri, hasil
pertanian itu di ekspor ke Eropa, Afrika, Arabia dan Asia Tenggara bersamaan
dengan hasil kerajinan, seperti pakaian tenun dan kain tipis bahan gordiyn yang
banyak di produksi di Bengal dan Gujarat
2.
Bidang seni dan Budaya
Karya
seni terbesar yang dicapai kerajaan Mughal adalah karya sastra gubahan penyair
istana, berbahasa Persia dan India. Penyair India yang terkenal adalah Malik
Muhammad Jayazi, dengan karyanya berjudul Padmavat , sebuah karya alegoris yang
mengandung pesan kebajikan jiwa manusia. Pada masa Aurangzeb, muncul seorang
sejarawan bernama Abu Fadl dengan karyanya Akhbar Nama dan Aini Akhbari , yang
memaparkan sejarah kerajaan Mughal berdasarkan figure pemimpinnya.
Karya
seni yang dapat dinikmati sampai sekarang dan merupakan karya seni terbesar
yang dicapai oleh kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang indah dan
mengagumkan. Pada masa Akbar di bangun istana Fatpur Sikri di Sikri, Villa dan
masjidmasjid
yang
indah. Pada masa Syah Jehan dibangun masjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal
di Agra, masjid Raya Delhi dan istana indah di Lahore.[12]
Setelah satu setengah abad Dinasti
Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup
mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada
abad ke-18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran, kekuasaan politiknya
mulai merosot, suksesi kepemimpinan di pusat menjadi ajang perebutan, gerakan
separatis Hindu di India Tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian
timur semakin lama semakin mengancam. Sementara itu para pedagang Inggris yang
diijinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India, dengan didukung oleh
kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai.
Pada masa
Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintahan pusat memang sudah muncul,
tetapi dapat diatasi. Pemberontakan itu bermula dari tindakan-tindakan
Aurangzeb yang dengan keras menerapkan pemikiran puritanismenya. Setelah ia
wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi problema yang
ditinggalkannya. Sepeninggal Aurangzeb (1707 M), tahta kerajaan dipegang oleh
Muazzam, putra tertua Aurangzeb yang sebelumnya menjadi penguasa di Kabul.
Putra Aurangzeb ini kemudian bergelar Bahadur Syah (1707-1712 M). Ia menganut
aliran Syi'ah.
Setelah Bahadur Syah meninggal, dalam jangka
waktu yang cukup lama, terjadi perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana,
Bahadur Syah diganti oleh anaknya, Azimus Syah. Akan tetapi, pemerintahannya
ditantang oleh Zulfiqar Khan, putra Azad Khan, Wazir Aurangzeb. Azimur Syah
meninggal tahun 1712 M, dan diganti oleh putranya, Jihandar Syah, yang mendapat
tantangan dari Farukh Siyar, adiknya sendiri. Jihandar Syah dapat disingkirkan
oleh Farukh Siyar tahun 1713 M.
Farukh
Siyar berkuasa sampai tahun 1719 M dengan dukungan kelompok sayyid, tapi ia
tewas di tangan para pendukungnya sendiri (1719M). Sebagai penggantinya
diangkat Muhammad Syah (1719-1748 M). Namun ia dan pendukungnya terusir oleh
suku Asyfar di bawah pimpinan Nadir Syah yang sebelumnya telah berhasil
melenyapkan kekuasaan Safawi di Persia.
Konflik-konflik yang berkepanjangan
mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah. Pemerintahan daerah satu
persatu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat, bahkan cenderung
memperkuat posisi pemerintahananya masing-masing. Hiderabad dikuasai Nizam
al-Mulk, Marathas dikuasai Shivaji, Rajput menyelenggarakan pemerintahan
sendiri di bawah pimpinan Jai Singh dari Amber, Punjab dikuasai oleh kelompok
Sikh. Oudh dikuasai oleh Sadat Khan, Bengal dikuasai oleh Syuja' al- Din,
menantu Mursyid Qulli, penguasa Bengal yang diangkat Aurangzeb. Sementara
wilayahwilayah pantai banyak yang dikuasai para pedagang asing, terutama EIC
dari Inggris.
Syah Alam meninggal tahun 1806 M.
Tahta kerajaan selanjutnya dipegang oleh Akbar II (1806-1837 M). Pada masa
pemerintahannya Akbar memberi konsesi kepada EIC untuk mengembangkan usahanya
di anak benua India sebagaimana yang diinginkan Inggris, tapi pihak perusahaan
harus menjamin kehidupan raja dan keluarga istana. Dengan demikian, kekuasaan
sudah berada di tangan Inggris, meskipun kedudukan dan gelar sultan
dipertahankan. Bahadur Syah (1837-1858 M), penerus Akbar, tidak menerima isi
perjanjian antara EIC dengan ayahnya itu, sehingga terjadi konflik antara kedua
kekuatan tersebut.
Pada waktu yang sama, pihak EIC
mengalami kerugian, karena penyelenggaraan administrasi perusahaan yang kurang
efisien, padahal mereka harus tetap menjamin kehidupan istana. Untuk menutupi
kerugian dan sekaligus memenuhi kebutuhan istana, EIC mengadakan pungutan yang
tinggi terhadap rakyat secara ketat dan cenderung kasar. Karena rakyat merasa
ditekan, maka mereka, baik yang beragama Hindu maupun Islam bangkit mengadakan
pemberontakan. Mereka meminta kepada Bahadur Syah untuk menjadi lambang
perlawanan itu dalam rangka mengembalikan kekuasaan kerajaan Mughal di India.
Dengan demikian, terjadilah perlawanan rakyat India terhadap kekuatan Inggris
pada bulan Mei 1857 M.
Perlawanan mereka dapat dipatahkan
dengan mudah, karena Inggris mendapat dukungan dari beberapa penguasa lokal
Hindu dan Muslim. Inggris kemudian menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap para
pemberontak. Mereka diusir dari kota Delhi. Rumah-rumah ibadah banyak yang
dihancurkan, dan Bahadur Syah, raja Mughal terakhir, diusir dari istana
(1858M). Dengan demikian berakhirlah sejarah kekuasaan Dinasti Mughal di
daratan India dan tinggallah disana umat Islam yang harus berjuang mempertahankan
eksistensi mereka.[13]
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan Dinasti
Mughal ini mundur pada satu setengah abad terakhir, dan membawa kehancuran pada
tahun 1858 M adalah:
1. Terjadi stagnasi dalam pembinaan
kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai
tidak dapat segera di pantau oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan
pasukan darat. Bahkan mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persejataan
buatan Mughal itu sendiri.
2. Kemerosotan moral dan hidup mewah
di kalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang
negara.
3. Pendekatan Aurangzeb yang
terlampau kasar dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan
asketisnya, sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi oleh
sultan-sultan sesudahnya.
4. Semua pewaris kerajaan pada masa
terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan, sehingga tidak
mampu menangani kemerosotan politik dalam negeri.
5. Banyak terjadinya pemberontakan
sebagai akibat dari lemahnya para pemimpin kerajaan Mughal setelah kepemimpinan
Aurangzeb, sehingga banyak wilayah-wilayah kerajaan Mughal yang terlepas dari
kekuasaan Mughal.
Adapun pemberontakan-pemberontakan
tersebut antara lain:
a. Kaum Hindu yang dipimpin oleh
Banda berhasil merebut Sadhura, letaknya di sebelah utara Delhi dan juga kota
Sirhind.
b. Golongan Marata yang dipimpin
oleh Baji Rao dan berhasil merebut wilayah Gujarat.
c. Pada masa pemerintahan Syah Alam
terjadi beberapa serangan dari pasukan Afghanistan yang dipimpin oleh Ahmad
Khan Durrani. Syah Alam mengalami kekalahan dan Mughal jatuh pada kekuasaan
Afghanistan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pembahasan makalah ini, yang memfokuskan pada dua dari tiga kerajaan besar
Islam, pasca keruntuhan Dinasti Abbasiyah dan invasi bangsa Mongol ke daerah
Islam. Yaitu berdirinya kerajaan Safawi di Persia dan Mughal di India, Dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Kerajaan Safawi berasal dari sebuah
gerakan tarekat yang berdiri di daerah Ardabil kota Azerbaijan. Tarekat ini
bernama Safawiyah sesuai dengan nama pendirinya Safi Al-Din, salah satu
keturunan Imam Syi'ah yang keenam “Musa al-Kazim” gurunya bernama Syekh Taj
al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301 M). Sedangkan kerajaan Mughal merupakan
kerajaan Islam di anak benua India, dengan Delhi sebagai ibukotanya, berdiri
antara tahun 1526-1858 M. Dinasti Mughal di India didirikan oleh seorang
penziarah dari Asia tengah bernama Zahiruddin Muhammad Babur (1482-1530 M),
salah satu cucu dari Timur Lenk dari etnis Mongol, keturunan Jengis Khan yang
telah masuk Islam dan pernah berkuasa di Asia Tengah pada abad ke 15
2. Kemajuan yang telah dicapai dari
kedua kerajaan besar Islam tersebut, mencakup Bidang Ekonomi, bidang Ilmu
Pengetahuan serta Bidang Seni dan Budaya.
3. Kemunduran
kedua kerajaan besar tersebut diakibatkan banyaknya terjadi peperangan, pemberontakan
dan perebutan kekuasaan.
B.
Saran
dan Kritik
Sebagaimana
maklum, dalam makalah ini masih terdapat banyak kelemahan bila ditinjau dari
berbagai aspek penulisan karya Ilmiah, hal ini disebabkan kekurangan referensi
dan sumber yang dimiliki penulis. Olehnya itu saran dan kritik sangat
diharapkan bagi perbaikan makalah ini. Terimakasih.
[1]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada; 2000). h. 118
[2] Ibid., h. 124
[3]
Allauche, The Origins and development of
the ottoman-Safavid Conflict, (Michigan: University Microfilms
International, 1985). H. 96
[4]
Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid III,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1981, cet. IV), h. 60.
[5]
Badri Yatim, op.cit., h. 139
[6]
Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah dan
Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1998), h. 337
[7]
Syed Mahmudunnasir, Islam Its Consepts
and History, (New Delhi: Kitab Bahavan, 1981), h. 282
[8]
Harun Nasution, Islam ditinjau dari
berbagai aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI Press, cet. V, 1985), h. 82
[9]
Badri Yatim, Loc.cit., h. 148
[10]
Syed Mahmudunnasir, op.cit., h. 265-266
[11]
M. Mujib, The Indian Muslim, (london:
Goerge Alen, 1967), h. 254
[12]
S.M. Ikram, Muslim Civilization in India,
(New York: Columbia University Press), h. 247
[13]
Badri Yatim, Loc,cit., h. 161