Bab
1
Postmodernisme
dan perkembangan ilmu sosial
Postmodernisme dalam perkembangannya
banyak sekali menuai penilaian dan pandangan dari makna murni dari
postmodernisme. Sebagian besar orang mengartikan postmodernisme sebagai sesuatu
yang “beda”, semau gue, dan biasanya melenceng dari kebiasaan umum masyarakat
sehingga banyak yang memaknai postmodernisme sebagai hal yang negatif.
Postmodernisme banyak merasuki aspek kehidupan, seperti Seni posmo, sastra posmo, film posmo, arsitektur posmo, ideology posmo, budaya posmo, dan bahkan teologi posmo adalah beberapa contoh maraknya kehadiran ide “posmodernisme” dalam berbagai sisi kehidupan kontemporer. Padahal posmodernisme perlu diletakkan secara prooporsional dalam tataran arus pemikiran filsafat dan social terkini dengan merujuk pada pemikiran tokoh-tokoh teori social postmodern.
Postmodernisme banyak merasuki aspek kehidupan, seperti Seni posmo, sastra posmo, film posmo, arsitektur posmo, ideology posmo, budaya posmo, dan bahkan teologi posmo adalah beberapa contoh maraknya kehadiran ide “posmodernisme” dalam berbagai sisi kehidupan kontemporer. Padahal posmodernisme perlu diletakkan secara prooporsional dalam tataran arus pemikiran filsafat dan social terkini dengan merujuk pada pemikiran tokoh-tokoh teori social postmodern.
Istilah posmodernisme secara harfiah
berarti “setelah modernism”. Posmodernisme adalah sebuah realitas seni,
filsafat, budaya, politik dan social, yang menjadi dasar kondisi atau
keberadaan atau sesuatu yang berkaitan dengan lembaga dan kondisi yang disebut
sebagai posmodernitas. Dengan kata lain, posmodernisme adalah sebuah fenomena
“budaya dan fikiran”, terutama dalam gerakan seni sejak tahun 1920-an,
sementara posmodernitas lebih terfokus pada ranah social dan politik sejak
tahun 1960-an di dunia barat. Jika merujuk makna kamus, oxford English
Dictionary mendefinisikan posmodernisme sebagai “suatu gaya dan konsep dalam
seni yang dicirikan oleh sikap ketidakpercayaan terhadap teori dan ideologi.
Posmodernisme awalnya merupakan
reaksi terhadap modernism. Posmodernisme merujuk pada bentuk-bentuk kebudayaan,
intelektual, dan seni yang telah kehilangan hirarki atau prinsip kesatuan serta
disarati kompleksitas eksrim, kontradiksi, ambiguitas, perbedaan, dan kesalingtautan
sehingga sulit dibedakan dengan parodi. Maka dari itulah lahir istilah
postmodernitas yaitu istilah turunan postmodernisme yang merujuk pada
aspek-aspek non seni sejarah yang di pengaruhi oleh berbagai gerakan baru,
terutama perkembangan dalam dunia social, ekonomi dan kebudayaan sejak tahun
1960-an. Ketika pemikiran tentang penolakan terhadap modernism diadopsi oleh
ranah teori yang lain, dalam beberapa hal ia menjaddi sama dengan
postmodernitas. Istilah postmodernistas sendiri juga sering dikaitkan dengan
postrukturalisme (ala micheal Foucault) dan dengan modernism dalam pengertian
penolakan terhadap budaya bejouis elit, dan masih banyak lagi pandangan
modernisme ala tokoh-tokoh lainnya.
Munculnya teori social postmodern
selanjutnya telah mendorong perkembangan ilmu social kontemporer dewasa ini. Di
satu sisi, munculnya teori social postmodern patut Diapresiasi. Merujuk Pauline
M. Rosenau (1992) kemunculan teori-teori social postmodern ini telah mengandung
lahirnya kesadran kritis dan reflektif terhadap paradigma postmodernisme yang
dianggap banyak melahirkan patologi modernitas. Di sisi lain, kesemarakan yang
menyelimutiti perkembangan teori social postmodern telah pula melahirkan
euphoria berlebihan yag menganggap paham postmodernisme akan mengubur paham
modernism dan menjadi satu-satunya pandangan dunia yang benar. Sikap demikian
tentu saja bertolak dengan keyakinan postmodernisme yag justru menolak segala
bentul narasi besar (grand narratives) dan absolutism kebenaran
Bab
2
Akar
Sejarah Teori sosial Postmodern
Jejak- jejak pemikiran yang bernaung
di bawah payung postmodernisme : seni , sastra, politik, ekonomi,
arsitektur,sosiologi, antropologi dan filsafat sebenarnya dapat dilacak jauh ke
alur sejarah modernitas istilah “ modern’ yang berarti zaman baru berasal
dari bahsa latin modernus. Sementara itu istilah modernitas (modernity)
diartikan sebagai kondisi social budaya masyarakat modern. Istilah ini
sekaligus menggambarkan hubungan antar massa ini dan massa silam, serta sebagai
kurun sejarah yang berbeda dimana modernitas lebih superior di banding masa
sebelumnya.
Modernisasi (modernization) berarti
proses berlangsugnya proyek mencapai kondisi modernitas. Modernisasi mencangkup
proses pengucilan karya-karya klasik, warisan masa lampau, sejarah purbakala,
karena modernitas pada hakekatnya mengambil posisi yang berlawanan dengan
hal-hal lama demi terciptanya hal-hal baru. Dngan demikian, modernisasi adalah
pandangan sikap hidup yang dianut untuk menghadapi massa kini yakni pandangan
dan sikap hidup dalam meghadapi kenyaan hidup masa kini. Modernisasi di tandai
oleh pemusatan hubungan secara tegas terhadap nilai-niilai tradisional ;
berkembangnya system kapitalisme progresif, rasionalisasi administrative, serta
diferensiasi social dan budaya ( Featherstone , 1988)
Disisi lain , marshall berman dalam
kajiannya tentang modernism menyatakan bahwa era modern telah di mulai sejak
era renaisans abad ke -16 M berkembang dalam tiga fase sejarah modernism. Fase
pertama, adalah modernisme yang berkembang semenjak awal ke-16 M hingga akhir
abad ke -18 M, dimana orang baru mulai merasakan pengalaman kehidupan modern,
modernism pada tahap ini di tandai oleh mulai diyakinya rasio, keberanian
menghadapi kehidupan secara nyata, memudarnya religuisitas dalam berbagai segi
kehidupan, serta lahirnya pemberontakan kreatif dalam dunia seni. Fase kedua,
adalah modernisme di tandai dengan revolusi perancis dan kekacauan sosial,
politik, ekonomi yang seringkali dihubungkan dengan momentum Gelombang revolusi
besar 1790. Fase ketiga adalah modernisme yang di mulai ketika terjadi
proses modernisasi global dan pembentukan kebudayaan dunia dan modern secara
massal dimana semakin banyak terjadi kekacauan social dan politik, ketidak
pastian dan ancaman terhadap realitas dunia baru terbentuk inilah puncak
anomaly realitas modern, yang ternyata tidak mampu mewujudkan impian
menciptakan kehidupan yang lebih baik, dan justru sebaliknya, menciptkan
berbagai masalah beasr yang menyengsarakan umat manuaia (smart,1990;16).
Merujuk Marx Weber, rasionalitas
Modernisme memiliki dua karakter mendasar. Pertama sebagai Rasionalitas tujuan
(Zweckrationalitat). Kedua sebagai Rasionalitas nilai, rasionalitas modernisme
mengacu pada kesadaran akan nilai-nilai etis, estetis, dan religius. (Wertrationalitat).
Namun, diantara kedua bentuk rasionalitas ini yang sangat dominan dalam
realitas dunia modern adalah Rasionalitas tujuan. Rasionalitas itu sendiri
adalah suatu problema hidup yang berdasarkan pada jaman modernisasi
seperti sekarang ini, contohnya di kota-kota besar. Menurut Weber,
modernitas merupakan konsekuensi proses modernisasi, dimana realitas social
berada dibawah bayang-bayang dan dominasi asketisme, sekulerisasi, klaim
universalistik tentang rasionalitas instrumental, diferensiasi bidang-bidang
kehidupan, birokratisasi ekonomi, praktek-praktek politik dan militer, serta
tumbuhnya moneterisasi nilai-nilai.
Secara Epistimologis, modernitas
meliputi empat unsur pokok. Pertama, subjektifitas reflektif, yakni pengakuan
akan kekuatan-kekuatan rasional dalam memecahkan masalah-masalah
kehidupan.kedua , subjetivitas yang berkaitan dengan kritik atau refleksi,
yakni kemampuan untuk menyingkirkan kendala-kendala kebebasan dari tradisi dan
sejarah.Ketiga , kesadaran historis yang di munculkan oleh subjek, bahwa waktu
berlangsung secara linear, unik, tak terulangi dengan titik berat pada kekinian
titik sejarah. Keempat, universalisme yang mendasari ketiga unsure sebelumnya.
Dengan universalisme di maksudkan bahwa elemen-elemen modernitas bersifat normative
untuk masyarakat yang akan melangsungkan modernisasi. Dengan modernisasi,
kebenaran wahyu di uji dihadapan rasio, legitimasi kekuasaan di gugat melalui
kritik dan kesahilan tradisi dipertanyakan berdasarkan harapan akan masa depan
yang lebih baik.
Bab
3
Postmodernisme
dan Kondisi Masyarakat Postmodern
pada kisaran tahun 1960-an,
postmodernisme telah muncul sebagai diskursus kebudayaan yang banyak menarik
perhatian. Berbagai bidang kehidupan dan disiplin ilmu seperti: seni,
arsitektur, sastra, sosiologi, sajarah, antroplogi, politik dan filsafat hamper
secara bersamaan memberikan tanggapan terhadap tema postmodernisme.
Seni postmodern diantaranya adalah
hilangnya batas antara seni dan kehidupan sehari-hari, runtuhnya distingsi
antara budaya tinggi dan budaya massa / popular, maraknya gaya eklektis dan
campur aduk, munculnya kitsch, parody, Pastiche, camp, dan ironi, merosotnya
kedudukan pencipta seni,serta adanya asumsi seni sebagai penanggulangan,
perpetual art (Featherstone,1988).
Penggunaan istilah postmodernisme
dan berbagai turunannya selanjutnya perlahan-lahan mulai menyentuh
bidang-bidang lain. Dalam bidang arsitektur, istilah postmodernisme mengacu
pada perlawanan bentuk-bentuk arsitektur modern. Arsitektur modern dikenali
dengan cirri-cirinya yang menonjolkan keteraturan, rasionalitas, objektif,
praktis, ruang isotropis dan estetika mesin. sebaliknya, menawarkan konsep
bentuk asimetris, ambigu, naratif, simboloik, terpiuh, penuh kejutan, dan
variasi, ekuivokal, penuh ornament, metaphor serta akrab dengan alam (Andy
Siswanto,1994).
Merujuk Akbar S.Ahmed, dalam buku
nya Postmodernisme and Islam(1992) terdapat delapan rincian cirri karakter
sosiologis postmodernisme.Pertama, timbulnya pemberontakan secara kritis
terhadap proyek modernitas. Kedua, meledaknya industry media massa, sehingga ia
seolah merupakan perjuangan dari system indera organ dn syaraf. Ketiga,
munculnya radikalisme etnis dan keagamaaan.Keempat, munculnya
kecenderungan baru untuk menemukan identitas dan apresiasi serta
keterikatan romantisme dengan masa lampau.Kelima,semakin menguatnya
wilayah perkotaan (urban Area) sebagai pusat kebudayaan dan sebaliknya, wilayah
pedesaan (ru ral area) sebagai daerah pinggirin.Keenam,semakin terbukanya
peluang bagi pelbagai kelas social atau kelompok minoritas untuk mengemukakan
pendapatnya secara lebih bebas dan terbuka. Ketujuh, munculnya kecenderungan
bagi tumbuhnya eklesitisme dan pencampuradukan berbagai diskursus, nilai
keyakinan dan potret serpihan realitas, sehingga sekarang sulit untuk menempatkan
suatu objek budaya secara ketat pada kelompok budaya tertentu secara eksklusif.
Kedelapan, bahasa yang di gunakan dalam diskursus postmodernisme seringkali
mengesankan tidak lagi memiliki kejelasan makna dan konsisten , sehingga
bersifat paradox (Ahmed,1992).
Sementara itu, sejumlah kalangan
memandang postmodernisme sebagai bagian dari proyek modernism yang belum usai
(misalnya Juergen Habermas dan Mahzab Frankfurt generassi kedua), namun
sejumlah kalangan yang lain memandang postmodernisme sebagai penolakan radikal
terhadap nilai-nilai dan asumsi-asumsi modernism (misalnya Lyotard, Derrida,
Foucault) postmodernisme juga sering dirujukan pada berbagau fenomena realitas
masyarakat kontemporer dewasa ini sebagai masyarakat post- industry (post- industrial
society)masyarakat computer (Computerized society) masyarakat consumer
(Consumer Society). Masyarakat media (media society), masyarakat tontonan
(spectacle society) atau masyarakat tanda (semiurgy society).
Bab
4
Jean
Francois Lyotard: Narasi Besar dan Masyarakat Komputerisasi
Jean Francois Lyotard lahir di
Versailes, prancis pada tahun 1924. Karir akademiknya diawali sebagai guru
sekolah menengah di Constantine, Algeria pada tahun 1950. Tahun 1959 ia
menerima tawaran untuk mengajar di University of Paris , Sorbonne. Selain
mengajar di Sorbonne , Lyotard juga aktif sebagai anggota kelompok kiri
militant Perancis, Socialisme ou barbarie yang sangat terkenal pada saat itu.
Tahun 1966 Lyotard meninggalakan Sorbonne untuk mengajar di Universitas of
Nanterre.
Jean Francois Lyotard adalah pemikir
filsafat dan social Perancis yang mulai meletakkan dasar argumentasi filosofis
dalam diskursus postmodernisme. Melalui bukunya yang telah menjadi klasik, The
condition of postmodern : A Report on knowledge (1984). Lyotard mencatat
beberapa cirri utama kebudayaaan postmodern. Menurutnya, kebudayaan postmodern
di tandai oleh beberapa prinsip yakni; lahirnya masyarakat komputerisasi,
runtuhnya narasi-narasi besar modernism, lahirnya prinsip delegitimasi, disensus,
serta paralogi.
Menggarisbawahi sifat transformative
masyarakat komputerisasi yang lebih terbuka, majemuk, plural dan demokratis,
Lyotard selanjutnya menyatakan bahwa kebenaran yang di bawa oleh narasi-narasi
besar ( Grand Narratives) modernisme sebagai metanarasi kini telah kehilangan
legitimasinya. Hal ini karena dalam masyarakat kontemporer, sumber pengetahuan
dan kebenaran pengetahuan tidak lagi tunggal. Realitas kontemporer tidak lagi
homolog ( Homo: satu dan logi : tertib, nalar ) melainkan paralog ( para :
Beragam, dan logi : tertib nalar ) (awuy, 1995). Pengetahuan dan kebenaran kini
menyebar dan plural. Konsekuensinya, prinsip legitimasi modernisme harus di
bongkar dengan prinsip delegitimasi. Dengan legitimasi , berarti diakui
adanya berbagai unsure realitas yang memiliki logikanya sendiri. Dengan
legitimasi , menurut lyotard, prinsip lain yakni disensus menjadi lebih bisa
diterima ketimbang prinsip consensus seperti ditawarkan Juergen Habermas.
Bab
5
Mihel
Foucault : Kuasa –Pengetahuan Era Postmodern
Michel Foucault adalah filsuf,
sjarawan dan sosiolog kontemporer prancis. Ia dilahirkan di Poitiers, Prancis
pada tanggal 15 oktober 1926 dengan nama Paul- Michel Foucault dari sebuah
keluarga kaya. Ayahnya Paul Foucault adalah seorang dokter bedah terkenal di
prancis pada saat itu. Pendidikan dasarnya di selesaikam di sekolah katolik,
Jesuit College Saint-stanislas dan dilanjutkan ecole Normale sperieure (rue
d’ulm) sekolah prestius yang di anggap sebagai pintu masuk karir akademik
terbaik di bidang humaniora di Prancis.
Foucault sangat dikenal karena
karya-karya kritisnya mengenai institusi social peripheral (pinggiran),
penjara, rumah sakit jiwa, kegilaan, ilmu-ilmu kemanusiaan, dan sejarah
seksualitas. Pemikiran Foucault tentang kekuasaan, hubungan kuasa, pengetahuan
dan diskursus serta arkeologi pengetahuan banyak di perbincangkan dalam kajian
post-strukturalisme.
Dalam bukunya the order of things;an
archaeology of Human sciences (1966),Foucault membahas konsepsi sejarah dan
memperkenalkan istilah genealogi sejarah, sebuah istilah yang di pengaruhi oleh
gagasan genealogi Nietzsche. Menurut Foucault, genealogi sejarah adalah
konsepsi sejarah yang secara sadar mendelegitimasi masa kini dan memisahkannya
dari masa lalu. Tujuannya adalah untuk menghapuskan delegitimasi masa kini
sehingga dapat menemukan perbedaan khas masa lalu dan masa kini. Ketika
teknologi kekuasaan masa lalu di uraikam secara rinci , maka asumsi- asumsi
masa kini yang memandang masa lalu sebagai “ irasional” akan runtuh.
Dalam bukunya yang lain madness and
insanity; History of madness in the classical age (1961) Foucault meneliti
sejarah kegilaan dan peradaban masyarakat barat. Menurut Foucault kegilaan
sebenarnya memiliki sumbangan tersendiri terhadap peradaban barat. Berdasarkan
pnelitian yang dilakukannya, menurut Foucault, genealogi kegilaan sejak abad ke
-17 M memperlihatkan telah terjadinya praktik pemenjaraan moral yang dilakukan
melalui mekanissme disiplin dan penghukuman orang-orang gila. Penghukuman
orang-orang gila, sejatinya bukan sekedar pemenjaraan fisik semata , namun
lebih dari itu adalah sebuah praktik pemenjaraan moral.
Melalui bukunya Discipline and
punish: The birth of the prison (1975) menurut Foucault telah terjadi monarkis
ke kuasaan mode kekuaan mode pelaksanaan kekuasaan disipliner. Dalam masyarakat
feudal, kekuasaaan pengadilan tidak banyak menahan pelaku kejahatan, namun
hukuman di berikan secara spektakuler sehingga orang lain takut untuk melakukan
kejahatan yang sama. Inilah mode kekuasaan monarkis. Sementara itu, muncul mode
kekuasaan baru, yaitu kekuasaan disipliner dimana ditanamkan system pengawasan
yang diinternalisasikan hingga setiap orang menjadi pengawas bagi dirinya
sendiri (mirip Konsep Panopticon dari Jeremy Bentham)
Dengan upaya besar dan cerdasnya
ini, faucault telah memberikan dua sumbangan besar terhadap postmodernisme.
Pertama, keberhasilannya menyingkap mitos-mitos modernism yang menampilkan
dirinya sebagai kebenaran absolute, yang universal, namun sebenarnya palsu.
Kedua, pemihakannya terhadap persoalan-persoalan yang selama ini di tindas oleh
rasionalitas modern, tersisih, marjinal dan dikucilkan agar lebih di dengar dan
di perhatikan.
Bab
6
Jacques
Derrida : Dekontruksi Modernitas
Jacques Derrida adalah seorang
filsuf dan pemikir social berkebangsaan perancis yang lahir pada tanggal 15
juli 1930, di El Biar, Algeria. Dididik dalam tradisi pendidikan Perancis ,
tahun 1949 ia belajar di Ecole Normale superiure (ENS) sebuah sekolah
elit di paris kemudian mengajar filsafat di univer itas Sorbonne (1960 hingga
1964)Ecole Normale superieru (1964 hingga 1984). Sejak tahun 1960-an mulai
mempublikasikan buku dan karya ilmiah di jurnal-jurnal ternama. Ia juga banyak
memberikan kuliah di universitas terkenal di Amerika serikat , termasuk di Yale
University of California. Derrida meninggal pada tanggal 8 oktober 2004 di
paris Perancis.
Derrida terutama dikenal sebagai
pendukung utama dekonstruksi, sebuah istilah yang merujuk pada strategi kritis
yang menggugat konsep pembedaan atau oposisi biner, yang melekat dalam sejarah
pemikiran barat. Melalui dekonstruksi, derrida mencoba meletakkan kembali
kedudukan struktur dalam keadaan aslinya, yakni keadaan dimana relasi antara
pusat pinggiran belum lagi mengeras. Denganya diinginkan pluralitas dan heterogenitas
kehidupan yang membeku dan tertindas selama masa modernismekembali
terhampar.dengan dekonstruksi,wacana-wacana yang sebelumnya tertindas: kelompok
etnis,kaum feminis,dunia ketiga,ras kulit hitam, kelompok guys, hippies, punk,
atau gerakan peduli lingkungan kini mulai diperhatikan dengan konstruksi,
sejarah modernisme hendak di tampilkan tanpa kedok, apa adanya.
Pada tahun 1960-an, karya derrida
mulai diterima di Perancis dan di luar Perancis sebagai gerakan interdisipliner
yang dikenal dengan nama strukturalisme`. Strukturalisme menganalisis berbagai
fenomena kebudayaan seperti mitos, ritual agama, cerita sastra, fashion dan
lain-lain. Beberapa karya derrida juga dianggap sebagai kritik terhadap
pemikiran tokoh-tokoh strukturalisme seperti Saussure, Calude Levi-Strauss, dan
Michel Foucault sehingga beberapa kalangan menyebutnya sebagai penyokong
“poststrukturalisme”, lebih dari semua itu, terutama karena keberhasilannya
membongkar sifat paradox cerita-cerita besar modernitas melalui dekonstruksi,
derrida banyak di golongkan sebagai salah satu pemikir utama teori postmodern.
Bab
7
Jean
Baudrilland : Dunia simulasi dan Hiperrealitas Postmodern
Jean Baudrilland dilahirkan di kota
Riems, Prancis barat pada 5 januari 1929. Bersama saudara-saudaranya yang lain
baudrilland hidup dalam tradisi keluarga petani urban yang sederhana. Ia adalah
seorang pertama dalam keluarganya yang bekerja sebagai ilmuwan secara serius.
Pada tahun 1966 Baudrilland menyelesaikan tesis sosiologisnya di Universitas
Nanterre di bawah bimbingan Henry Lefebvre, seorang anti-strukturali perancis
kondang saat itu. Setahun setelah lulus , ia kemudian masuk universitas
Nanterre, untuk mengajar di sana. Setelah setahun mengajar, selanjutnya
baudrilland bergabung dengan Roland Barthes mengajar di Ecole Des Hautes
Etudes.
Menurut Baudrilland, perkembangan
kapitalisme lanjut semenjak tahun 1920-an menunjukkan perubahan dramatis
karakter produksi dan konsumsi dalam masyarakat consumer. Dalam era ini, segala
upaya pada penciptaan dan peningkatan kapasitas konsumsi melalui permassalan
produk, differensiasi produk dan manajemen pemasaran. Dalam masyarakat konsumer
, objek-objek konsumsi yang berupa komoditi tidak lagi sekedar memiliki manfaat
(nilai guna ) dan harga (nilai tukar)seperti dijelaskan Marx. Namun lebih dari
itu ia kini menjadi symbol gaya hidup, prestise, kemewahan, dan status social
pemiliknya.
Dunia simulacra, yang menjadi
wacana dominan keasadaran masyarakat barat dewasa ini, papar baudrilland,
sebenarnya telah ada semenjak era renaisans. Realitas simulacra memiliki tiga
tingkatan periode historis, yaitu, Orde Pertama, berlangsung semenjak era
Renaisans- Feodal Hingga permulaan Revolusi industry. Dalam orde ini realitas
dunia dipahami berdasarkan prinsip hokum alam, dengan cirri ketertiban,
keselarasan, hierarki alamiah serta bersifat tresenden. Alam menjadi pendukung
utama sekaligus determinan kebudayaan. Simulacra Orde Kedua, berlangsung
bersamaan dengan semakin gemuruhnya era industrialisasi yang merupakan
konsekuensi logis Revolusi Industri.revolusi industri disatu sisi telah
memberikan sumbangan besar bagi perkembangan kebudayaan. Namun di sisi lain
revolusi industry juga menimbulkan akses-akses negative kebudayaan. Logika
produksi yang menjadi prinsip simulacra orde kedua. orde ketiga, lahir
sebagai konsekuensi logis perkembangan ilmu dan teknologi informasi, komunikasi
global, media massa, konsumerisme, dan kapitalisme pada era pasca perang dunia
II.
Sementara melalui karyanya the
ectasy of communication(1987) Baudrilland menyatakan bahwa dengan transparasi
makna dan informasi, masyarakat barat dewasa ini telah melampaui ambang batas
menuju keadaan permanent ectasy, ektasi social(massa) ektasi tubuh (kegemukan)
ektasi seks (kecabulan) ektasi kekerasan (terror) dan ektasi informasi
(simulasi).
Bab
8
Fredrich
Jameson : Kapitalisme lanjut dan Postmodernisme
Fredich jameson adalah pemikir
social Marxian berkebangsaan America serikat yang lahir di Cleveland, Ohio,
America Serikat. Setelah lulus dari Haverlord collage pada tahun 1954, ia pergi
ke Eropa dan belajar di aix-provence, Munich serta berlin dimana ia
mempelajari perkembangan terbaru dalam kajian filsafat, terutama
strukturalisme. Ia kembali ke America serikat untuk menyelesaikan studinya
doctoral di Yale University selama tahun 1960 hingga 1965.
Pergeseran minat jameson menuju
paham marxisme juga didorong oleh hubungan politik pribadinya yang semakin
meningkat dengan tokoh-tokoh gerakan kiri baru. Dalam banyak hal , jameson
bersama dengan pemikir kritik kebudayaan Marxian lainnya yaitu Terry eagleton,
berusaha menjelaskan peran penting pandangan Marxian terhadap trend filsafat
dan sastra kontemporer. Setelah pindah ke University of California, san diego
pada tahun 1967, Jameson menerbitkan buku berjudul Marxism and Form Twentieth-
century Dialectical Theories of literature (1971) dan The Prison-House Of
Language: A Critical Account Of structuralism And Russian Formalism (1972).
Karya penting fredich Jameson
Mengenai pedidikan postmodernisme adalah bukunya yang berjudul Postmodernisme
or the Cultural Logic Of the late Capitalism. Dalam buku ini jameson menyatakan
bahwa kapitalisme saat ini telah menjadi cara pandang dominan masyarakat
kontemporer dewasa ini. Dengan buku ini jameson bermaksud mengkritik postmodernisme
dan menolak pendapat sebagian besar pemikir postmodernisme, terutama Jean
francois Lyotard dan jean Baudrilland.
Dalam bukunya yang menjadi klasik
tersebut, jameson juga memberikan ciri- ciri masyarakat yang cenderung negative
sebagai berikut;
1) postmodernisme di tandai oleh
kedangkalan dan kekurangan kedalaman
2) Postmodernisme di tandai oleh
kepura-puraan atau kelesuan emosi
3) Postmodernisme di tandi oleh
hilangya makna sejarah
4) terdapat sejenis teknologi baru
seperti televise dan computer yang melekat amat erat dengan masyarakat
postmodern.
Diantara pemikir-pemikir postmodern yang lain,
Fredich Jameson adalah salah satu pemikir yang secara terbuka bersikap negative
dan mengkritik pandangan teoritis pemikiran social postmodern yang berkembang di
awal abad ke-20 M.
Bab
9
Kritik
Terhadap Teori Sosiologi Postmodern
Suara kritis terhadap teori
sosiologi postmodern salah satunya dikemukakan oleh Mark poster, Poster
mencatat bahwa setidaknya terdapat lima kelemahan teori sosiologi postmodern (Keller,
1994).
Pertama, para pemikir teori social
postmodern seringkali tidak mampu menjelaskan dengan gamblang pengertian
istilah-istilah kunci yag ada dalam karya-karya mereka. Hal ini menimbulkan
kekaburan pada gagasan-gagasan orisinal yang dikemukakan pemikir
postmodern.
Kedua, Poster memandang gaya menulis
para pemikir teori sosiologi postmodern, misalnya Baudrilland, aneh dan ganjil
karena seringkali tidak di barengi dengan argumentassi yang sistematik dan
logis. Kelemahan ini, dengan sendirinya menjadikan pemikiran-pemikiran
sosiologi postmodern kehilangan dasar argumentasi yang rasional.
Ketiga, para pemikir teroti
postmodern, tanpa disadarinya, telah terjatuh ke dalam sikap mentotalisasikan
ide-ide pemikirannya, dan menolak untuk mengubah atau membatasi
pemikirannya.
Keempat, para pemikir teori
sosiologi postmodern terkesan terlalu menafikan kenyataan bahwa terdapat
keuntungan-keuntungan dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Televise dan mediia massa dan internet dalam tampilannya yang positif juga
memberikan manfaat seperti misalnya mempercepat penyebaran informasi tentang
pendidikan, HAM Dan lingkungan, menyampaikan berita peristiwa-peristiwaaktual
yang tengah terjadi dan lebih membuka pemahaman akan sifat pluralism dan
humanism kebudayaan dewasa ini.
Kelima, sikap fatalis dan nihilis
yang secara sadar banyak dipilih oleh pemikir social postmodernmenjadikan
pemikiran-pemikiran mereka jauh lebih dari nilai –nilai moral dan agama.
Sementara itu Pauline M. rosenau ,
seorang pengamat teori social kontemporer Amerika melihat terdapat 7
kontradiksi dalam pemikran postmodernisme:
a. Posisi anti-teori dari para
pemikir postmodermisme sebenarnya justru merupakan sebuah pendirian toritis.
b. Sementara postmodernisme
menekankan pada hal-hal yang bersifat irasional, akal pemikiran tetap di
gunakan untuk memperluas pandangannya.
c. Sikap teori postmodernuntuk
berfokus pada hal-hal yang terpinggirkandalam dirinya sendiri sebenarnya
merupakanpenekaran evaluatifatas hal-hal yang diserangnya.
d. Postmodernisme menekankan
inter-tekstualitas namun seringkali memperlakukan teks secara tertutup.
e. Dengan menolak criteria modernism
untuk menilai sebuah teori , para pemikir postmodernisme tidak dapat menyatakan
bahwa tidak ada criteria yang absah untuk digunakan sebagai criteria penilaian.
f. Postmodernisme mengkritik
inkonsestensi modernism, namun menolak untuk norma konsistensi itu sendiri.
g. Para pemikir postmodern
berkontradiksi di dalam dirinya sendiri dengan menyampaikan klaim-klaim
kebenaran dalam tulisan-tulisan mereka sendiri.
Sementara itu Jurgen Habermas,
Seorang Filsuf kontemporer Jerman, juga memberikan kritikan terhadap pandangan
postmodernisme. Dalam bukunya Modernity, an incomplete project, habermas
mengtakan bahwa proyek modernitas yang di mulai sejak abad ke-19 demi membangun
ilmu yang objektif, hukum dan dan moralitas universal, serta seni yang otonom
belum selesai. Para pemikir postmodern, menurut Habermas, terlalu tidak sabar
untuk menuntaskan proyek modernitas yang seharusnyabisa mereka selesaikan.
Dalam perdebatannya dengan beberapa pemikir postmodern, terutama Baudrilland
dan Lyotard, habermas tetap berpendirian bahwa postmodernisme masih bisa
dibenahi, yakni dengan prinsip consensus dan komunikasi partisipasif.
Akhirnya, Christoper Norris, Seorang
pemikir social America, dalam sebuah bukunya What’s Wrong with Postmodernism:
Critical Theory and the ends of Philosopy (1990), Menyatakan bahwa saat ini
kita telah sampai pada suatu titik dimana teori akan berbalik pada arah melawan
dirinya sendiri.menghasilkan sebentuk sikap epistemologis skeptic dan ekstrim
yang menghancurkan segala sesuatu, filsafat,politik,kritik,dan teori –pada
tingkatan dimana nilai-nilai consensus menjadi sesuatu yang paling tidak
menarik untuk di bicarakan; inilah sikap postmodernisme.
Beberapa kritik tajam terhadap
postmodernisme diatas patut menjadi catatan untuk memahami teori social
postmodern secara lebih jernih dan koheren. Setidaknya, diperlukan sikap
kritis, reflektif dan objektif dalam memandang realitas social dan budaya
kontemporer dewasa ini. diperlukan landasan nilai moral dan agama dalam
menyikapi realitas social dan kebudayaan yang begitu cepat berubah dewasa
ini. Tanpa landasan nilai moral dan agama, maka pembacaan dan penyikapan
realitas social dan kebudayaan dewasa ini, hanya akan sampai pada sikap
nihilism, fatalism, dan keputusasaan yang justru tidak menyelasaikan persoalan.
sumber : www.movingfoward.blogspot.com