Matahari pagi belum menampakkan cahaya, handphone saya berdering nyaring, di tengah kebiasaanku menyeruput
kopi, sambil membaca buku bertema pendidikan. Saat kulihat, dilayar handphone tertera nama yang tak asing
lagi. Ternyata, yang menelpon di minggu pagi ini, adalah bapak Kepala Sekolah.
Setelah mengucapkan salam, beliau langsung pada inti pembicaraan. Besok,
di instruksikan untuk menghadiri, upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional,
berpusat dilapangan kantor Bupati Bolaang Mongondow. Bertepatan, tanggal 2 Mei
2016. Berdasarkan surat edaran, dari Dinas Pendidikan setempat. Semua Guru,
yang berada di wilayah Pemerintahan
Kabupaten Bolaang Mongondow, harus menghadirinya. Dengan sigap, kujawab; “siap
pak”. Begitulah, sebentuk ketaatan dan loyalitas, bawahan kepada pimpinannya. Tak
ada, kata menolak. Sepertinya, isu yang berkembang tentang Kepala Sekolah di
wilayah ini, memang benar. Bahwa, prinsip sedikit bicara, banyak instruksi,
harus segera disikapi dengan kerja, kerja, dan kerja. Konon, ini merupakan bagian
dari revolusi mental, yang diterjemahkan lewat kinerja Aparatur Sipil Negara,
Entahlah ... !!!
Harapan besar kembali bergelora di dada. Di dalam hati, terjuntai
harapan, semoga pelaksanaan kegiatan hari bersejarah kali ini, tidak sekedar seremonial
belaka. Seperti sebelumnya. Dengan berbagai kosakata, retorika, dan janji-janji
belaka, seperti surga. Terdengar indah, di telinga para pengabdi pendidikan, yang
biasanya disampaikan oleh pemimpin Negara ini. Mulai dari tingkat Pusat, hingga
Daerah.
Bahwasanya, dalam peningkatan mutu pendidikan, peran guru sangatlah
vital untuk membangun masa depan generasi bangsa. namun ironisnya, ancaman
terhadap masa depan generasi muda Indonesia saat ini, berada pada titik yang
mengkhawatirkan. Berkembangnya, berbagai permasalahan kenakalan remaja, yang
melibatkan siswa-siswa sekolah. seperti kasus begal, Geng Motor, vandalisme, dan
tawuran antar pelajar. Tingginya angka kasus pengguna narkoba, termasuk pemakaian
Lem Ehabond dan Komix untuk dikonsumsi secara berlebihan, ancaman terorisme yang
melibatkan generasi muda, virus korupsi dan berbagai tindakan intoleransi, ditengarai
akibat rapuhnya nilai-nilai kebangsaan, dan lembaga pendidikan seakan
membiarkan generasi yang tak sadar, akan perannya di masa depan.
Mungkinkah, Sekolah tidak lagi nyaman sebagai tempat menuntut ilmu. Disatu
sisi, saat ini pelajar masih menjadi kelompok bisu. disisi lain, terkadang
menjadi komunitas yang sangat meresahkan. Harusnya, pendidikan itu bersifat
memotivasi. Mendorong kreatifitas
pelajar, untuk mampu mengekspresikan dirinya secara positif. sehingga mereka
mampu menjadi sang penerus generasi bangsa. Akan tetapi, pendidikan yang ada, justru malah bertindak sebaliknya. Pendidikan
saat ini, dirasakan oleh pelajar tak ubahnya sebuah penjara. Menjadi sebuah
kosa-kata, yang paling tidak mengenakkan di telinga kaum pelajar. Sehingga,
motivasi dan dorongan untuk belajar semakin berkurang, dan mengakibatkan
kreatifitas mereka pun tidak berkembangkan. Sebagian besar Pelajar, belum
memiliki posisi tawar yang memadai, untuk menggambar kehidupan mereka sendiri.
Mereka, masih sangat terpinggirkan secara sosial, budaya, ekonomi, maupun
politik. Mereka dieksploitasi, dijual karena keserakahan para pemangku
kebijakan. Mereka terabaikan karena keluguan dan ketakberdayaan. Mereka menjadi
generasi yang frustasi dan bermasalah, karena adanya konstribusi signifikan
dari sistem, mungkin saja sistem dan kultur yang membuat mereka menjadi seperti
sekarang. Karena suatu sistem pendidikan yang buruk, sehingga kreatifitas
mereka berbuah menjadi sebuah kenakalan bahkan kejahatan.
Bangsa besar, adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Itulah
slogan yang sering kita dengar di republik tercinta ini. Pahlawan, tidak selalu
identik dengan mengangkat senjata dan berperang, meski sebagian besar menafsirkan
bahwa, pahlawan adalah orang yang berjasa membela negara melalui medan perang.
Namun, sesungguhnya siapa saja yang telah berjasa membawa bangsa ini kearah
kemajuan. Baik dibidang sosial, budaya,
teknologi, kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Setiap yang bertujuan
meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia, maka patut untuk diberi julukan sebagai Pahlawan. Salah seorang
yang berjasa memajukan pendidikan di Indonesia, adalah Ki Hajar Dewantara. Ia
lahir di Yogyakarta, pada 2 Mei 1889. Dan diberi nama Raden Mas Soewardi
Soeryaningrat, yang berasal dari keluarga di lingkungan kraton Yogyakarta. Saat usianya genap 40 tahun, ia
berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Sejak saat itu, Ki Hajar Dewantara
tak lagi menggunakan gelar kebangsawanan Raden Mas di depan namanya, hal ini
bertujuan agar ia bisa bebas dekat dengan kehidupan rakyat, tanpa dibatasi oleh
ningrat dan darah biru kehidupan kraton. Atas jasanya dalam merintis pendidikan
umum di Indonesia, Ki Hajar Dewantara dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan
Nasional Indonesia dan berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun
1959 tertanggal 28 November 1959, hari kelahiran Ki Hajar Dewantara yaitu
tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Dari waktu ke waktu, iklim pendidikan telah mengalami banyak perubahan.
Hal ini, menyesuaikan dengan kebutuhan. Baik kebutuhan lokal, maupun
mengadaptasi perkembangan global. Kebutuhan industri (dunia kerja) dan
perkembangan sosial budaya, turut berperan dalam perubahan ini. Saat ini
pendidikan Indonesia menuju pendewasaan yang entah kapan mencapai kemapanan.
Berbagai peningkatan dilakukan, seakan mencari bentuk ideal. Kurikulum berubah
dari waktu ke waktu, namun belum menunjukkan kemapanan dalam pencapaian.
Bahkan, Guru, orang tua, dan peserta didik menjadi bingung dengan berbagai
perubahan ini. Karya-karya Ki Hajar Dewantara, menjadi landasan dalam
mengembangkan pendidikan di Indonesia. Diantaranya, ada kalimat-kalimat
filosofis seperti "Ing ngarso sung
tulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri hadayani". Artinya : "Di depan memberi teladan, di tengah
memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan", menjadi slogan
pendidikan yang digunakan hingga saat ini. Adapun, Metode yang dikembangkan
oleh Ki Hajar Dewantara adalah sistem among,
yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan
asuh (care and dedication based on love).
Sehingga, melahirkan “Manusia Merdeka”, yaitu seseorang yang mampu berkembang
secara utuh, selaras dari segala aspek kemanusiaannya, mampu menghargai dan
menghormati kemanusiaan setiap orang. Oleh karena itu, bagi Ki Hajar Dewantara
pepatah ini sangat tepat yaitu “educate
the head, the heart, and the hand”
Lalu, bagaimanakah makna hari pendidikan nasional sekarang ini? Apakah
kita masih harus berjuang untuk mendapatkan pendidikan yang layak? Tentu saja,
jawabannya iya. Masih banyak permasalahan pendidikan, yang hingga kini belum
terpecahkan dengan baik. Terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai,
penyelenggaraan UN yang sarat kontroversi, hingga biaya pendidikan Perguruan Tinggi
yang menjulang tinggi. Rasanya, dunia pendidikan kita semakin suram. Hampir
setiap kali peringatan hari pendidikan nasional. Mahasiswa, siswa, guru, dan
orang tua selalu berdemo menuntut murahnya biaya pendidikan bahkan gratis,
hapuskan UAN, sejahterakan para guru. Untuk itu, melalui Hari Pendidikan
Nasional tahun ini, kita jadikan momentum introspeksi untuk mengoreksi diri,
serta lebih memacu semangat berinovasi dan berkreasi, guna penyelenggaraan
pendidikan ke depan yang lebih baik.
Kerisauan terhadap dunia pendidikan kita memang penting. Kerisauan itu,
mengandung sifat reformis. Namun, ia perlu diasah agar menjadi revolusioner.
Yaitu dengan mendorong kerisauan tersebut, ke level yang lebih radikal dan holistik. Menggunakan pembacaan historis
dan dialektik terhadap kegalauan tersebut, akan jauh lebih bermanfaat untuk
memperkaya diskursus kritis kita, terhadap kondisi pendidikan hari ini. Dan
pada akhirnya, kita perlu menyadari bahwa tujuan pendidikan adalah memanusiakan
manusia. Pendidikan hendaknya menghasilkan pribadi-pribadi yang lebih
manusiawi, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya, bertanggungjawab terhadap hidup sendiri dan orang lain, berwatak luhur serta berkeahlian. Dan ini, menjadi PR
kita bersama, Semoga ....!
Selamat Hari Pendidikan Nasional untukmu para Pengabdi, Penggiat dan
Pelakon pendidikan.
Bolaang
Mongondow, 2 Mei 2016
Penulis : Syahrul, S. Pd
(Guru Matematika SMA Negeri 2 Dumoga,
Kabupaten Bolaang Mongondow)