Sulit untuk menemukan
arti dari sikap ambigumu.
Tidak mungkin.
Engkau saja yang
bersikap ambigu.
Bukan..bukan karena ambigu
mungkin.
Lalu apa?.
Aku merasa, engkau
sudah tidak lagi meletakkan makna itu pada tempatnya.
Maksudmu? Iya..
bukankah kita sedang berada dalam kepastian.
Kau salah, kita sedang
berada dalam ketidakpastian.
Justru itulah,
satu-satunya kepastian adalah ketidakpastian.
Ah..semakin ngawur
saja.
Apa yang ngawur?.
Kata-katamu.
Kau ambigu lagi.
Braakkkk.....
***
Maaf aku sulit
mengendalikan diri.
Disitulah letak kelemahanmu.
Apa sebenarnya
maksudmu, tadi kau bilang aku ambigu sekarang lemah.
Aku tak sebut kau
lemah, tapi kau memiliki kelemahan.
Memangnya kau itu
sempurna?.
Tidak, aku tidak
menyebut bahwa diriku sempurna.
Lalu apa?
Bukankah kau sudah
membandingkan.
Saya hanya mencoba
memberikan sudut pandang.
Bagiku itu terlihat
menghakimi.
Terserah pendapatmu,
bagiku itulah sudut pandang.
Tapi, bukankah kau
menganggap sudut pandangmu itu benar.
Apa tidak salah?.
Maksudmu?.
Kau tuduh aku
menghakimi, bukankah kau juga melakukannya?.
Memang ku akui, kau
pandai mengakali pembicaraan.
Loh..mengakali itu
apa?.
Sudahlah, bosan bicara
dengan kamu yang sok filosofis.
Waduh..semakin heran
aku, kok filosof dibawa segala.
Cukup kataku.....
Sudahlah..