Oleh : Muhammad Syahudin
Siapa
yang tidak hafal dengan lagu Hymne Guru. Diantara lirik yang terkenal adalah “…engkau patriot pahlawan bangsa, tanpa
tanda Jasa”. Sejak Hymne itu tercipta di tahun 1980, Profesi Guru
senantiasa disandingkan dengan predikat sebagai Pahlawan tanpa tanda jasa. Disebut
Pahlawan karena guru berjuang untuk mendidik dan mengajar manusia, namun tanpa
tanda jasa sebab selepas jadi pahlawan pada mereka tidak disematkan tanda-tanda
atau simbol kepahlawanan.
Namun,
siapa sangka bahwa pandangan ini lahir dari pencipta lagu Hymne Guru tersebut. Namanya
adalah Sartono, lahir di Madiun pada 29 Mei 1936. Sejak remaja sudah piawai
bermain musik, meskipun tidak pandai membaca not balok, namun kecintaannya
terhadap musik dan profesi Guru mengantarkan ia menjadi legenda dunia
pendidikan di Indonesia. Latar belakang
pendidikannya pun terbilang tidak mentereng, beliau putus sekolah pada saat
kelas II SMA karena tidak bisa melanjutkan sekolah akibat ditinggal mati Ayahnya.
Ia pun mengalami kesulitan untuk membiayai sekolahnya. Kepiawaiannya bermain
musik membuat beliau sempat memiliki group Band Combo Ria dan bersama
teman-temannya bergabung dalam personel Korps Musik Ajudan Jendral Resor
Militer (Ajenrem) milik TNI AU Madiun.
Sejarah
terciptanya lagu Hymne Guru oleh Sartono, terbilang cukup unik. Pada tahun
1980, saat berangkat mengajar dengan mengendarai Bis, tanpa sengaja ia
menemukan dan membaca secarik potongan koran tentang sayembara penciptaan lagu
Hymne guru yang diselenggarakan Depdiknas. Dengan usaha keras yang dilakukannya
hingga muncullah diantara lirik lagu Hymne guru yaitu kalimat “..engkau patriot pahlawan bangsa, tanpa
tanda jasa”. Menurut Sartono, kalimat tersebut lahir dari hasil perenungan
terhadap apa yang dilihat dan dicermati serta dirasakan selama beliau menjadi
Guru. Dengan modal menjual jas, lagu ciptaannya dapat terkirim ke panitia lomba
di Jakarta. Alhasil, jadilah lagu ciptaan Sartono, menjadi lagu Hymne Guru yang
setiap saat dinyanyikan dan diajarkan kepada semua peserta didik di
sekolah-sekolah di Indonesia sampai sekarang. Terkhusus pada peringatan Hari
Guru Nasional (HGN) dan PGRI tiap tanggal 25 November.
Pada
tahun 2007. Tepatnya pada tanggal 27 November 2007, dilakukan penggantian lirik
lagu Hymne guru pada kalimat terakhir setelah disepakati dan disaksikan Dirjen PMPTK
Depdiknas dan Ketua PB-PGRI. Semula kalimat “..engkau
patriot pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa” diganti dengan “..engkau patriot pahlawan bangsa, Pembangun
insan cendikia”.
Perubahan
lirik tersebut tidak pernah dipersoalkan Sartono, karena beliau tahu bahwa dia
hanya mencipta lagu, kewenangan sepenuhnya ada pada Negara melalui lembaga
terkait. Namun, spirit pahlawan tanpa tanda jasa, dalam lirik lagu sartono
tidak akan pernah lekang dimakan waktu.
Belajar Menjadi Guru dari Sartono.
Ada
baiknya untuk menjadi guru atau yang sudah menjadi guru belajar dari Sartono.
Diantara hal-hal yang patut dijadikan pelajaran dari Sartono adalah, pertama; Sartono menunjukan kualitas
guru tidak secara formal semata tapi juga kualitas substansial. Kualitas formal
dapat diketahui dari jenjang pendidikan formal seorang guru, apakah S1, S2 atau
S3. Kualitas substansial seorang guru dapat diketahui terhadap penguasaan
bidang jurusan yang diampu. Meski seorang Sartono tidak tamat SMA, tapi
penguasaannya terhadap bidang yang
diajarkan sangat Komprehensif. Jangan sampai terjadi anekdot bahwa guru dulu
memiliki pendidikan formal yang rendah tapi memiliki kualitas yang tinggi,
namun sekarang, gurunya memiliki pendidikan formal yang tinggi tapi mutunya
rendah.
Kedua;
Sartono mampu menemukan dan mencipta (baca;kreasi). Ketiga; mencintai profesinya. Keempat;
kesederhanaan hidup.
“Pahlawan” itu telah tiada
Pada
tanggal 01 November 2015, tepat di usia 79 tahun sang maestro “Pahlawan” hymne
guru menghembuskan nafas terakhir, teruntukmu segala doa kami panjatkan semoga
arwahmu mendapatkan ketenangan di alam barzah. Beliau wafat dengan meninggalkan
semangat yang begitu kuat dalam sanubari. Berkat lirikmu lah, Negara menaruh
hormat dan memberikan perhatian khusus terhadap guru, meskipun engkau sendiri
tidak menjadi bagian dari guru yang menikmati hasilnya. bukan hanya lirikmu
saja yang ditiadakan, kini engkaupun telah tiada dan kembali kepada keharibaan
Tuhan sebagai “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”.