Bangsa
Arab sebelum lahirnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw dikenal sebagai
bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Letak geografis yang yang cukup
strategis membuat Islam yang diturunkan di Makkah menjadi cepat disebarluaskan
ke berbagai wilayah. Di samping juga didorong oleh faktor cepatnya laju
perluasan wilayah yang dilakukan umat Islam,[1] dan bahkan bangsa Arab telah dapat
mendirikan kerajaan di antaranya Saba’, Ma’in dan Qutban serta Himyar yang
semuanya berasa di wilayah Yaman.[2]
Perkembangan
peradaban Islam mengalami kemunduran yang sangat dramatis dari segala sisi
setelah beberapa daerah kekuasaan politik Islam berhasil dikuasai akibat
serangan bangsa Mongol serta direbutnya kembali
1.1. Sejarah Perkembangan Sosiologi Sebagai suatu disiplin akademis yang mandiri, sosiologi masih berumur
relatif muda yaitu kurang dari 200 tahun. Istilah sosiologi untuk
pertama kali diciptakan oleh Auguste Comte dan oleh karenanya Comte
sering disebut sebagai bapak sosiologi. Istilah sosiologi ia tuliskan
dalam karya utamanya yang pertama, berjudul The Course of Positive
Philosophy, yang diterbitkan dalam tahun 1838. Karyanya mencerminkan
suatu komitmen yang kuat terhadap metode ilmiah. Menurut Comte ilmu
sosiologi harus didasarkan pada observasi dan klasifikasi yang
sistematis bukan pada kekuasaan dan spekulasi. Hal ini merupakan
pandangan baru pada saat itu. Di Inggris Herbert Spencer
menerbitkan bukunya Principle of Sociology dalam tahun 1876. Ia
menerapkan teeori evolusi organik pada masyarakat manusia dan
mengembangkan teori besar tentang “evolusi sosial” yang diterima secara
luas beberapa puluh tahun kemudian. Seorang Amerika Lester F. Ward
yang menerbitkan bukunya “Dynamic Sociology” dalam tahun 1883,
menghimbau kemajuan sosial melalui tindakan-tindakan sosial yang cerdik
yang harus diarahkan oleh para sosiolog.
Sastra Indonesia
mengalami perkembangan pesat. Periode-periode telah dilalaui (dalam
makalah ini digunakan istilah periode bukan angkatan, suatu kategori
menurut Prof. Rachmat Djoko Pradopo, 1984) dan sastra Indonesia
menunjukkan kemajuan yang pesat. Meskipun kebanyakan sastrawan tidakmau
mengatakan amanat karyanya, namun setiap sastrawan pasti memiliki
maksud di dalam menciptakan karyanya. Sastrawan selalu berusaha keras
kalau perlu dengan bermatiraga untuk mengekspresikan keinginan kalbunya
yang luhur, yaitu mencoba untuk membeberkan rahasia dunia yang dengan
pernyataan Ranggawarsitas dalam “Serat Kalatidha” adalah:”mesu cipta matiraga medhar warananing gaib”. Sastrawan mempunyai komitmen untuk memahami rahasia dunia yang oleh Pater Dick Hartoko dinyatakan sebagai “tanda-tanda zaman” yang tidak dapat dipahami oleh orang biasa (awam).